ANALISIS

Jonatan Christie dan Hati yang Menanti Arti

Putra Permata Tegar Idaman | CNN Indonesia
Senin, 28 Mar 2022 12:32 WIB
Jonatan Christie menuntaskan dahaga gelar juara di Swiss Open. Kemenangan Jonatan bukan hanya mengakhiri penantian, tetapi juga jadi bekal untuk keyakinan.
Jonatan Christie masih punya banyak hal yang bisa diberikan untuk tim badminton Indonesia. (AP/Claus Fisker)
Jakarta, CNN Indonesia --

Jonatan Christie menuntaskan dahaga gelar juara di Swiss Open 2022. Kemenangan Jonatan bukan hanya mengakhiri penantian, tetapi juga bisa jadi bekal untuk keyakinan.

Smes lurus Jonatan menempatkan dirinya pada posisi match point di angka 20-15 pada gim kedua final Swiss Open 2022. Kemenangan yang lama ia nantikan sudah mulai melambai di depan mata.

Namun di saat kritis tersebut, Prannoy HS dari India justru memperlihatkan semangat perlawanan yang membara. Tiga kesempatan Jonatan digagalkan dan barulah pada kesempatan keempat Jonatan bisa merayakan kemenangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pukulan backhand Prannoy yang membentur net memastikan angka 21 untuk Jonatan. Jonatan berjongkok dan berteriak. Ada rasa haru dan rasa lega yang menghias wajahnya.

Kemenangan di Swiss Open adalah kemenangan yang sudah lama dinantikan dan diharapkan. Gelar juara di Swiss hadir setelah hampir tiga tahun ia puasa gelar.

Sebagai pebulutangkis, Jonatan sudah melewati dua tahap fase kehidupan. Dalam fase pertama, dia berperan sebagai pemain muda yang tengah berlari menyusuri jalan menuju puncak teratas.

Jonatan meniti jalan tersebut dengan penuh keyakinan dan kegembiraan. Ujian-ujian yang datang bisa ia lalui dengan hasil yang cukup memuaskan.

Di 2019 ketika Jonatan berusia 22, ia sudah mampu berdiri di posisi empat dunia. Meski belum banyak panen gelar, posisi empat dunia bisa jadi bukti Jonatan mulai bisa masuk tahap konsisten dalam pencapaian hingga babak akhir turnamen.

Jonatan Christie kalahkan Liew Daren di Indonesia Open 2021.Jonatan Christie belum mampu menunjukkan konsistensi. (Dok. PBSI)

Fase kedua adalah ketika status 'pemain muda' mulai meninggalkan dirinya. Ia kemudian masuk kategori sebagai salah satu pemain dengan jam terbang tinggi di turnamen BWF.

Di fase ini, Jonatan seperti kehilangan kegembiraan dan keyakinan sebagai teman seperjalanan. Jonatan lalu lebih banyak berteman dengan beban dan tekanan.

Entah di mana titik tepatnya penurunan Jonatan terjadi, namun mungkin dimulai saat Kejuaraan Beregu Asia (BATC) 2020. Saat itu Indonesia sukses jadi juara BATC 2020, tetapi Jonatan tiga kali kalah dalam empat pertandingan yang ia mainkan.

Usai momen itu, Jonatan kalah di babak pertama All England 2020 dan kemudian pandemi Covid-19 melanda. Ketiadaan turnamen seolah makin menyulitkan Jonatan.

Banner live streaming MotoGP 2022

Ketika turnamen di 2021 mulai kembali bergulir, perkembangan Jonatan dianggap tak sesuai harapan. Jonatan yang sejatinya juga masuk proyeksi untuk diandalkan di Olimpiade 2020 yang berlangsung di 2021 harus rela menerima kenyataan perjalanannya sudah terhenti di 16 besar.

Ketika di fase pertama, Jonatan adalah sosok yang mengejar pemain macam Lin Dan, Lee Chong Wei, Kento Momota, dan Viktor Axelsen, kini Jonatan harus menerima kenyataan ada pemain-pemain yang sepantaran atau lebih muda yang mulai mengejar dirinya, bahkan beberapa ada yang dianggap sudah melewatinya.

Loh Kean Yew yang sepantaran tiba-tiba sukses melesat di 2021 dan jadi juara dunia. Belum lagi nama-nama pemain muda macam Lakshya Sen dan Kunlavut Vitidsarn yang mulai berlari masuk dalam persaingan papan atas.

Meski saat ini baru 24 tahun, karier badminton Jonatan terasa sudah sangat panjang. Situasi itu terjadi karena Jonatan memang sudah diandalkan dan jadi salah satu wajah tunggal putra Indonesia sejak usia belasan.

Baca lanjutan analisis ke halaman kedua >>>

Jalan Masih Panjang

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER