Jakarta, CNN Indonesia --
Sebelum saya berangkat ke SEA Games, mungkin ada orang-orang yang menilai umur sudah tak memungkinkan. Kata orang, saya sudah melewati usia emas. Namun semangat saya masih lebih dari semua halangan itu.
Setelah tes di Karawang, dengan beberapa kali ganti pasangan, akhirnya ditetapkan empat orang terpilih. Formasi empat orang ini kemudian tak berubah dan melakukan pemusatan latihan di Bulgaria hingga SEA Games.
Karena tak ada nomor jarak pendek dipertandingkan, final 500 meter kano empat orang jadi terasa menegangkan. Karena kita pasang target dapat emas di kano dan sudah gagal dapat medali di 1000 meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah akhirnya kami dapat emas, tentu perasaan saya senang sekali. Dalam pikiran saya, apakah ini akan jadi SEA Games terakhir saya? Bila ini SEA Games terakhir, berarti saya bisa menutupnya dengan medali emas.
Sepanjang karier, saya telah memenangkan 12 emas SEA Games. Perak saya tidak tahu jumlah persisnya, mungkin ada lima bila tak salah. Dan perunggu cuma tiga.
Menurut saya emas SEA Games 2021 ini jadi emas yang paling 'emas'. Dalam pikiran saya seperti itu. Sebelumnya, persaingan belum terlalu ketat.
 Belasan tahun membela Indonesia, Anwar Tarra selalu merasa gemetar tiap kali berhasil jadi penyebab berkumandangnya lagu Indonesia Raya di multi event. (Arsip Pribadi) |
Kali ini saya bangga sekali, bahkan saya hampir pingsan setelah finis. Baru kali ini saya mengalami perasaan seperti itu.
Dalam perlombaan nomor 500 meter, di usia saya saat ini, saya masih dikasih kepercayaan sama pelatih dan teman-teman. Saya dipercaya membimbing teman-teman. Nomor itu satu-satunya harapan terakhir untuk dapat emas karena di nomor 1.000 meter sudah kalah.
Karena itu mau tidak mau, dalam pikiran saya, saya harus berusaha keras sampai finis. Bila sudah sampai finis, mau mati, mati sekalian. Anggap ini SEA Games terakhir saya. Jangan berpikir setelah itu ada kejuaraan lagi. Itulah pola pikir yang saya tanamkan ketika menjalani final 500 meter kano empat orang.
Bila ditanya, saya tentu masih ingin kembali tampil di Asian Games dan SEA Games. Rencana saya saat ini tampil di Asian Games, lalu paling lama berlaga di SEA Games Kamboja. Setelah itu saya izin untuk undur diri, bukan karena saya sudah tak sanggup tetapi supaya ada regenerasi untuk yang selanjutnya.
Sepanjang keikutsertaan saya di SEA Games, setiap dapat emas, ada rasa yang berbeda dalam diri saya. Ketika bendera Merah Putih berkibar di tiang tertinggi. Apalagi Indonesia Raya berkumandang. Saya tak tahu rasa itu datang dari mana, tetapi setiap menyanyikan Indonesia Raya itu di badan terasa ada gemetar.
Kata orang, cuma Presiden dan atlet yang bisa mengumandangkan Indonesia Raya di luar negeri. Saya lalu berpikir saya ternyata bisa juga jadi alasan penting buat Indonesia Raya berkumandang.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Saya lahir di Bontonompo, Gowa, Sulawesi Selatan. Saya mulai kenal dayung itu saat SMP ketika ada seleksi kejuaraan antarsekolah. Mungkin dilihatnya postur saya tinggi dan dianggap berpotensi jadi terpilih.
Saya lolos dan kemudian menekuni dayung. Sebelumnya, saya tak punya pengalaman sama sekali soal dayung. Di daerah saya, tidak ada sungai, laut, atau danau. Saya tidak tinggal di pinggir laut atau pinggir sungai sehingga terbiasa dengan olahraga dayung.
Tidak. Saya tidak berasal dari daerah seperti itu. Di daerah saya, ada air menggenang seperti sungai itu paling saat musim hujan, di bekas-bekas galian tambang.
Waktu SMP itu pun saya masih belum lancar berenang, padahal salah satu atlet dayung itu tentu persyaratannya bisa berenang. Saya hanya bisa berenang bermodal waktu kecil main-main di area bekas tambang itu.
Saat mengenal dayung, tinggi saya 170cm, paling tinggi dibanding yang lain. Saya melihat olahraga dayung sebagai sesuatu yang tak lazim. Kok ada olahraga seperti ini.
Itu pikiran saya. Tetapi saya merasa kayaknya saya bisa nih. Saya coba-coba saja barangkali bisa mengubah hidup.
Ya sudah terjunlah saya di titik itu. Saya latihan dua bulan langsung ikut Pekan Olahraga Daerah (Porda). Di sana langsung berhasil merebut peringkat kedua.
 Asian Games 2010 jadi salah satu momen tak terlupakan dalam karier Anwar Tarra. (AFP/PHILIPPE LOPEZ) |
Waktu mulai berprestasi, ada bonus sebesar Rp3 juta. Uang jajan saya saat itu Rp5 ribu. Wuih luar biasa ini, begitu pikiran saya waktu itu.
Saya lalu mengikuti berbagai kejuaraan junior hingga akhirnya bisa tampil di PON 2004. Setelah PON, atlet-atlet junior yang dianggap berpotensi lalu dikumpulkan. Saya pun mulai masuk tim nasional dan jadi anggota tim dayung.
Bila ditanya cita-cita, mungkin awalnya jadi tentara. Saya pernah daftar tiga kali jadi tentara tetapi tidak pernah diterima.
Begitu saya sampaikan keinginan untuk jadi atlet dayung, orang tua merestui. Mereka mendukung karena siapa tahu olahraga dayung bisa mengubah nasib.
Salah satu kenangan yang paling indah bersama tim dayung adalah Asian Games 2010 saat kami meraih tiga emas di nomor dragon boat alias perahu naga. Saat itu tim perahu naga hampir tidak diberangkatkan. Mungkin karena ini tim besar. Satu tim isinya 24 orang, dan ada dua tim putra-putri.
Lalu bertandingnya di China, lumayan jauh. Olahraga itu juga jadi andalan tuan rumah China.
Akhirnya kita berangkat dengan tekad memberikan yang terbaik. PODSI sendiri sebetulnya sudah optimistis sebelum berangkat. Target kami meraih satu emas, terpenting ada emas dari keikutsertaan kami.
Kami datang ke Asian Games tanpa beban. Kami menganggap kami memang bukan siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya sama sekali. Dalam tim, belum ada atlet yang pernah merasakan bonus di atas Rp500 juta.
Lalu kami berhasil menang di nomor 1000 meter. Dari situ mulai muncul keyakinan kami bisa menang kembali di nomor 500 meter. Begitu menang lagi, kami makin yakin juga bisa menang di 250 meter.
 Tim Dragon Boat Indonesia saat itu jadi penyelamat kontingen karena merebut tiga emas dari total empat emas yang didapat Indonesia di Asian Games 2010. (AFP/PHILIPPE LOPEZ) |
Dari titik itu, tim dayung Indonesia mulai diperhitungkan. Kemenpora dan KONI makin mendukung dayung jadi salah satu olahraga andalan Indonesia dan Alhamdulillah kita masih bisa jadi lumbung medali.
Soal bonus Asian Games 2010, hal itu juga jadi cerita menarik. Karena awalnya memang belum ada kejelasan, Rp400 juta itu untuk satu perahu atau per orang.
Karena itu, begitu menang di 1000 meter, kita bertekad untuk bisa meraih kemenangan lagi di 500 meter dan 250 meter. Biar bonusnya lumayan besar bila dibagi 24 orang. Karena waktu itu pikirannya Rp400 juta itu satu perahu.
Tetapi ternyata, begitu tiba di Jakarta, kami diberitahu bahwa Rp400 juta ini untuk per keping emas per orang. Pemerintah menyebut bahwa prestasi kami merupakan sebuah kebanggaan.
Kami pun langsung berpelukan.
[Gambas:Photo CNN]
Dayung ini mengubah hidup saya, dari orang yang tidak ada apa-apanya dan mungkin tidak dianggap orang lain, jadi orang yang bisa dikenal di kampung sendiri, bahkan di Indonesia.
Buat istri saya, Jumriani, terima kasih sudah mendukung saya selama perjalanan karier. Dari pacaran saat SMP hingga dikaruniai empat anak saat ini. Love you so much Istriku dan anak-anak tercinta yang selalu sabar ditinggal selama Pelatnas.
Pesan saya untuk depan, mudah-mudahan generasi selanjutnya terus bekerja keras. Negara lain tentu tidak akan tinggal diam. Indonesia tidak boleh berleha-leha. Harus meningkat dan harus lebih dari ini.
[Gambas:Video CNN]