Waktu persiapan Asian Games 1998 itu, kami dari atletik dan cabang lain dalam kondisi yang sama, sama-sama di tengah krisis moneter dan politik di Indonesia juga yang bergejolak.
Kalau kami dari atletik yang ke Asian Games 1998 kalau tidak salah sekitar lima orang. Zaman saya dahulu untuk pemusatan latihan itu tidak pernah terputus dari almarhum Pak Bob Hasan sebagai Ketua PASI.
Dari kami juga sebagai atlet lari jarak jauh sangat mengutamakan kedisiplinan, itu penting. Tanpa disiplin kita enggak akan jadi seorang bintang, seorang juara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi saya salut sama almarhum dengan kebaikannya untuk kami, kebaikan beliau biar Tuhan yang beri balasan. Peran Pak Bob sangat besar.
Karena beliau juga saya bisa mengukir nama besar. Saat beliau ditahan di Nusakambangan, saya menjenguk ke sana.
Pak Bob Hasan ini kan orang yang benar-benar cinta olahraga, terutama atletik, sebagai ketua PB PASI. Dulu itu meski soal uang tidak seperti sekarang, bersama Pak Bob saya tidak merasa kekurangan.
Momen penting saya dengan Pak Bob ya pas Asian Games 1998 itu. Di saat saya tidak diperhitungkan hampir tidak diberangkatkan, beliau memperjuangkan saya untuk bisa berangkat.
Karena waktu itu kan istilahnya tidak semua orang bisa berangkat. Bersyukurnya dengan saya juara Asian Games itu saya dapat bantuan membangun lapangan yang ada di Secapa AD di Bandung.
Dari juara Asian Games itu saya dibantu Pak Bob memperbaiki lapangan Secapa. Saya minta langsung bantuan itu ke Pak Bob.
![]() |
"Pak, lapangan saya kan berbatu-batu. Kalau bisa saya inginnya direnovasi," kata saya. Akhirnya dibantulah sama beliau.
Lapangan itu akhirnya jadi tempat saya berlatih, sampai saat ini. Ya meskipun saya tidak rutin atau setiap hari latihan di sana, karena kan saya juga harus latihan di Pangalengan. Tetapi lapangan Secapa itu tetap bisa dipakai orang lain juga.
Jadi biarkan orang menikmati hasil kesuksesan saya. Istilahnya ada bukti perjuangan saya untuk orang lain. Ini lho jerih payah saya.
Selesai Asian Games itu Desember 1998, Januari lapangannya sudah mulai dikerjakan, lalu bulan Mei (1999) sudah diresmikan. Lapangannya sih standar internasional 400 meter, cuma lintasannya hanya enam, karena lahannya kurang.
Enggak semua orang mau jor-joran dana besar seperti itu. Tapi karena beliaunya mencintai dan tahu demi kebaikan, Pak Bob mau menggelontorkan dananya. Enggak semua orang bisa dapat apresiasi dari Pak Bob seperti itu.
Pokoknya Asian Games 1998 itu momen terbaik karier saya. Saya bisa menyumbangkan tiga emas SEA Games sekaligus itu rasanya biasa saja. Tapi bisa mendapat emas Asian Games itu jadi momen yang tidak dapat dilupakan dalam cerita di kehidupan saya.
Saat-saat saya terjun ke atletik itu ketika duduk di sekolah SMP. Saya lahir di Jawa tetapi besar di Sumatera di Jambi karena ikut program transmigrasi.
Tahun 1986 atau 1986 itu ada kompetisi Porseni (Pekan Olahraga dan Seni) tingkat Kabupaten Muara Bungo, sekolahan saya diundang.
Sebelumnya guru olahraga buat perlombaan, lalu saya minta ikut. Tetapi beliau meragukan saya, karena badan yang gendut. Dulu badan saya memang gendut. Akhirnya saya maksa ikut lari. Dari 100 meter sampai 3.000 meter itu saya menang terus.
Dari tingkat kabupaten itu saya dibawa ke tingkat provinsi. Di provinsi itu saya bersaing dengan mereka yang hitungannya sudah jadi atlet. Tetapi ada pelatih yang melihat saya, menganggap saya memiliki bakat. Akhirnya saya diajak ikut latihan di tingkat provinsi.
Sejak itu pemusatan latihan di Provinsi Jambi itu saya pisah dengan keluarga, jauh dari ibu dan bapak. Ibaratnya saya latihan di kota, ibu dan bapak saya tetap di daerah tingkat duanya, kayak Jakarta dengan Bekasi saja.
Dari usia SMP kelas dua saya pisah dengan orang tua. Jarang pulang ke rumah saya waktu sudah di provinsi itu, kadang-kadang juga enggak boleh pulang. Namanya kita numpang di rumah orang, jadi kita harus tahu diri juga.
Setelah masuk pemusatan latihan di provinsi itu saya bisa juara PON 1989 (di Jakarta) waktu usia SMP, tetapi dari cabang jalan cepat.
Tahun 1990 baru pindah ke lari, karena kalau jalan cepat itu banyak sekali aturannya, entah kaki yang enggak boleh bengkok, enggak boleh melayang, dan lain sebagainya. Ya sudah pindah ke lari.
Lihat Juga : |
Di cabang lari ini dimulai dari 800 meter, 1.500 meter, sama estafet 4x4. Kenapa akhirnya saya serius di lari, waktu tahun 1995 ada persiapan SEA Games Chiang Mai, Thailand.
Di situ saya di tes di nomor 1.000 meter, 5.000 meter, 10.000 meter. Saat itu saya belum pelatnas, hanya dititipkan dalam tes di Salatiga. Dari tes itu saya dapat waktu yang terbaik, tapi kenapa orang itu yang diberangkatkan ke SEA Games.
Setelah itu ya sudahlah, saya juga tidak bisa banyak omong, karena bukan orang berduit juga. Pas SEA Games di Chiang Mai, orang yang saya kalahkan pas tes itu malah juara.
Sejak itu saya tidak merasa dendam. Setelah itu ada PON 1996 di Jakarta, saya ketemu lagi dengan dia, dan di situ saya buktikan, bahwa saya yang terbaik.
Dari PON 1996 saya dipanggil pelatnas. Setahun kemudian tampil di SEA Games 1997 di Jakarta, saya dapat tiga medali emas dari nomor 1.200 meter, 5.000 meter, dan 10.000 meter sekaligus pecahkan rekor nasional.
Maka dari itu, mudah-mudahan dengan teknologi yang sudah lebih canggih, prestasi atletik saat ini bisa lebih baik dari zaman saya dahulu.