"Ini cara pemerintah menggeser paradigma penggunaan anggaran. Kalau dulu anggaran sekadar untuk mengikuti event sebanyak mungkin dengan ukuran-ukuran yang mungkin diabaikan. Dengan DBON parameternya diperjelas, diperkuat," ujar Kusnaeni.
"Tujuan akhir olahraga itu adalah kesejahteraan. Kesejahteraan bagi para pelakunya, pembina dan atlet. Untuk mencapai itu pintu masuknya prestasi. Yang sejahtera itu adalah mereka yang berprestasi," kata Bung Kus, sapaan akrabnya.
Namun pemerintah juga diminta tak terlena dengan DBON. Federasi atau organisasi yang bermasalah, seperti dualisme kepengurusan, harus pula diselesaikan. Salah satunya adalah organisasi tenis meja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga ini atlet tenis meja Indonesia tak bisa ambil bagian dalam ajang resmi karena induk organisasinya bermasalah. Saat ini ada dua kubu pengurus yang saling merasa benar, bahkan sempat ada tiga kubu yang merasa sah.
Tanpa keterlibatan pemerintah, hal ini jadi benalu prestasi olahraga. Campur tangan pemerintah, seperti pernah dialami PSSI saat dualisme, bisa menjadi cerminan. Persoalan tenis meja harus segera diselesaikan.
"Bagaimana mau prestasi kalau atlet tidak bisa berpartisipasi dalam ajang perlombaan. Mereka [pengurus] ini mengingkari filosofi olahraga. Mereka mengorbankan tujuan dasar olahraga," ucap Kusnaeni.
Karenanya Kusnaeni berharap perayaan Haornas 2022 menjadi titik maju lagi bagi Indonesia. Pemerintah makin peduli, tetapi juga tak menganaktirikan yang terperosok. Uluran tangan pemerintah sangat dibutuhkan para atlet.
"Nomor satu harus kembali ke tujuan dasar berolahraga, selain untuk kesehatan bisa meraih prestasi dan kesejahteraan bagi para pelakunya. Kedua kita harus sadar bahwa olahraga itu semua butuh proses. Harus diperjuangkan," kata Kusnaeni.
"Yang ketiga kita harus mengorbankan ego, karena olahraga itu kerja sama, kolektivitas. Tidak hanya di lapangan,tetapi juga di luarnya, di organisasi. Tiga hal itu saya kira harus disadari semuanya," ujarnya memungkasi.
(abs/jun)