Jakarta, CNN Indonesia --
Malang Raya diselimuti mendung pada Minggu (2/10) sore. Sisa hujan membekas di jalanan dan suasana duka menyelimuti seisi kota setelah tragedi menyeramkan di Stadion Kanjuruhan.
Geliat kota sekilas tampak biasa, tetapi kegembiraan seperti sirna. Kabar meninggalnya seratusan Aremania seusai laga Arema FC kontra Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) malam, mematahkan hati.
Dari media sosial terhampar puluhan hingga ratusan foto dan video pemakaman. Isak tangis mengiris-iris. Ada anak yang ditinggal ayah ibunya, adik ditinggal kakaknya, juga pemuda kehilangan sahabatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iringan ambulans yang mengangkut jenazah sesekali masih meraung di jalanan. Intensitasnya sudah berkurang dibanding Minggu (2/10) dini hari atau pagi. Suara sirine ambulans seperti membasuh luka yang belum kering.
"Kalau tadi pagi ambulan gak ada habisnya di jalan raya. Semua sedih. Mau marah, tapi ke siapa. Ini duka besar masyarakat Malang, Indonesia," kata sopir yang mengantarkan CNNIndonesia.com ke Stadion Kanjuruhan.
Sekitar pukul setengah enam sore, saat langit sudah gelap, cahaya di Stadion Kanjuruhan temaram. Tak banyak lampu menyala kecuali di beberapa sisi saja. Polisi, yang berpakaian lengkap dan bebas, masih berkeliaran.
Sore itu, serpihan kaca pecah dan pecahan batu masih berserak di sekitar Kanjuruhan. Kendaraan polisi yang gosong usai diamuk massa juga masih teronggok. Sisa-sisa kisah kelam pada Sabtu (1/10) malam belum sirna.
Di sekitar stadion, hanya ada dua pedagang yang buka. Satu pedagang makanan dan satunya lagi kios pernak-pernik Arema FC. Bedanya di warung makan lampu menyala, sedangkan di kios lampu dimatikan meski tetap buka.
"Ini saya baru mau diwawancara. Sebelumnya ga mau. Gak bisa ngomong apa-apa. Tadi malam puluhan orang tergeletak di sini, dari yang lemas sampai sulit bernafas. Baru kali ini begini di Kanjuruhan," kata Yoyo, pedagang atribut Arema.
Baca kelanjutan berita ini di halaman berikutnya>>>
Malam itu, Menpora Zainudin Amali, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan memberi keterangan pers di depan pintu masuk utama Stadion Kanjuruhan.
Saat memberikan keterangan pers wajah Listyo Sigit agak pucat. Intonasi bicaranya datar. Tak ada senyum di bibirnya. Begitu pula dengan Amali dan Iriawan. Namun pembawaan mereka seperti terburu-buru dikejar waktu.
Inti dari jumpa pers itu, ada 125 orang yang sudah dipastikan meninggal dunia. Pemerintah meminta evaluasi total pelaksanaan liga. Adapun Polri berjanji mengusut tuntas tragedi sepak bola mematikan terbesar kedua di dunia ini.
Namun pertanyaan besar dari tragedi itu belum terjawab. Mengapa jumlah penonton melebihi kapasitas, mengapa PSSI dan LIB memaksakan laga malam hari, dan mengapa ada tembakan gas air mata ke tribune, menguap.
Siapa yang paling bertanggung jawab dari 'tsunami korban' dalam sepak bola Indonesia tersebut tetap abu-abu. Yang terucap baru sekadar permintaan maaf. Belum ada yang secara jantan menyatakan bertanggung jawab.
"Pak Kapolri sudah memerintahkan investigasi secara menyeluruh. Jadi siapapun yang akan diperiksa, dianggap bertanggung jawab harus bisa mempertanggungjawabkan itu. Jadi mohon menunggu, itu tidak mungkin malam ini diumumkan," kata Amali.
[Gambas:Video CNN]
Tak lama usai rombongan Menpora dan Kapolri pergi, sekelompok Aremania melakukan ritual malam duka. Mereka menyalakan lilin dan menabur bunga sambil mengantar doa-doa untuk mereka yang telah gugur di Kanjuruhan.
Tahlil dan tahmid dibaca dengan khidmat bercahaya lilin di dekat patung singa Stadion Kanjuruhan. Dalam lamat-lamat ajian kepada Yang Kuasa itu polisi menderek bangkai kendaraan gosong yang hancur diamuk massa.
Setelah 24 jam tragedi mematikan di Stadion Kanjuruhan, belum ada kepastian. Siapa yang salah dan bertanggung jawab masih jadi tanda tanya. Yang pasti adalah seratusan nyawa melayang akibat salah kelola sepak bola Indonesia.
[Gambas:Video CNN]