Situasi mencekam di dalam Stadion Kanjuruhan dirasakan pemain Arema FC yang harus menunggu di kamar ganti selama lima jam.
Sergio Silva merantau ke Indonesia untuk bermain sepak bola, namun yang didapat pada pekan ke-11 Liga 1 ternyata adalah sebuah pengalaman pilu.
Silva dan pemain-pemain Arema FC harus menerima kekalahan 2-3 dari Persebaya Surabaya. Silva mengatakan, setelah pendukung Arema mulai banyak masuk ke lapangan, pemain Singo Edan memilih masuk ke ruang ganti guna menghindari tekanan dan menyelamatkan diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meski kalah [2-3], kami [berencana] akan berjalan-jalan di sekitar stadion untuk menghormati para suporter, langkah itu terhenti di tengah lapangan," kata Silva.
"Kami melihat indikasi beberapa suporter [masuk] ke lapangan, saya pikir banyak yang datang untuk memberi dukungan dan bukan untuk menyerang, tetapi lebih baik pergi ke ruang ganti," ucap Silva menambahkan dikutip dari A Bola.
Pemain asal Portugal itu menyamakan persaingan Arema FC dan Persebaya tak ubahnya rivalitas FC Porto dan Benfica di negara asalnya. Silva pun merasakan atmosfer mengerikan dari pertandingan Singo Edan dan Bajul Ijo ketika mendekam di ruang ganti.
Silva dan pemain Arema lain tidak tahu banyak situasi di luar ruang ganti. Meski tidak kontak dengan suporter, tim asuhan Javier Roca itu tidak merasa benar-benar aman di ruang ganti.
"Kami menghabiskan empat atau lima jam di ruang ganti, dijaga dengan meja dan kursi yang menahan pintu," kata Silva.
"Kami hanya merasa sedikit aman. Tentu saja kami tidak tahu apa-apa, ada banyak kebisingan, keributan dan jeritan di koridor. Kami tidak tahu apakah orang-orang berteriak di belakang kami atau karena terdesak," tutur Silva menambahkan.
Silva akhirnya mengetahui teriakan-teriakan itu karena suporter menderita dengan situasi di Kanjuruhan, baik karena gas air mata atau terinjak-injak. Dia melihat banyak orang yang putus asa, termasuk juga melihat suporter yang meregang nyawa, dan yang ingin melarikan diri.
"Kami akhirnya membiarkan beberapa dari orang-orang ini," kata Silva.
Pemain berkebangsaan Portugal itu juga mengatakan kerabat dari ofisial Arema FC ikut jadi korban tewas dalam tragedi di Kanjuruhan.
"Semua orang yang tewas dan terluka dievakuasi. Beberapa orang meninggal di dekat pemandian. Kami juga tahu kerabat salah satu asisten kami meninggal," ujar Silva.
"Saya hanya bisa menyebutkan skenario mengerikan, kehancuran, perang, mobil polisi terbakar, semuanya rusak, koridor penuh dengan darah, sepatu orang-orang. Tidak ada hubungannya dengan sepak bola."
Silva mencoba menyimpulkan insiden horor di Kanjuruhan itu bukan semata-mata karena suporter tidak puas dengan kekalahan Arema dari Persebaya.
"Ada ketidakpuasan dengan kekalahan itu, tetapi saya pikir sebagian besar suporter bereaksi terhadap polisi, dan situasi menjadi tidak terkendali. Polisi juga akan berusaha membela diri. Situasinya sulit," tutur Silva.