TESTIMONI

Ferril Hattu: Pertemuan Diam-diam Berujung Emas Bersejarah

Ferril Raymond Hattu | CNN Indonesia
Rabu, 05 Okt 2022 19:05 WIB
Eks kapten Timnas Indonesia Ferrill Raymond Hattu membagikan cerita tentang proses meraih medali emas sepak bola SEA Games 1991 di Manila.
Ferril Raymond Hattu kini memiliki hobi main golf. (Arsip Pribadi Ferril Raymond Hattu)

Saya lahir di Surabaya, Jawa Timur, 9 Agustus 1962. Tapi saya saya keturunan Saparua, Maluku, dari orang tua saya. Ayah saya itu pelatih Persebaya Surabaya, Johannes Agustinus Hattu. Zaman Persebaya juara 1977-1978.

Saya pertama kali berlatih sepak bola di SSB Indonesia Muda saat masih usia enam tahun. Dulu saya latihan bareng almarhum Jacob Sihasale dan Abdul Kadir.

Terus saya mulai karier sepak bola senior di klub internal Persebaya bernama Harapan Budi Setiawan (HBS) pada 1976. Dulu tim ini adalah klub milik orang-orang Belanda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian pada 1978 saya bergabung Persebaya junior untuk Piala Soeratin. Pada tahun yang sama saya juga ditarik Persebaya senior karena waktu itu banyak pemain senior yang pindah ke Niac Mitra untuk Galatama. Saya gabung Persebaya dari 1978 sampai 1980.

Lantas pada 1980 saya ditarik oleh Will Coerver untuk gabung ke Niac Mitra. Tapi di sana saya hanya satu tahun. Karena pada 1981 saya lulus SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Saya tidak dapat izin oleh pemilik Niac Mitra untuk kuliah sambil main bola.

Akhirnya saya balik lagi ke Persebaya agar tetap bisa kuliah. Saya ingat waktu saya keluar dari Niac Mitra, mereka kemudian merekrut dua bintang Singapura Fandi Ahmad dan David Lee.

Tapi pada 1983 saya direkrut Niac Mitra lagi karena waktu itu banyak pemain mereka yang keluar. Tapi kali ini pemilik Niac Mitra mengalah dan memperbolehkan saya main bola sambil kuliah. Jadi saya balik lagi ke Niac Mitra pada 1983 sampai 1985.

Pada 1985 saya kemudian pindah ke Petrokimia. Tapi saya diminta bantu untuk membawa Persegres promosi dari Divisi II Liga Indonesia. Jadi waktu itu Petrokimia yang main di Galatama itu hanya menjadi motornya, sementara mereka punya target membawa Persegres promosi dari Divisi II ke Divisi I.

Jadi saya main bela Persegres dari Divisi II promosi ke Divisi I. Kemudian dari Divisi I ke Divisi Utama. Hingga akhirnya saya dan rekan-rekan berhasil bawa Persegres lolos ke Divisi Utama 1988.

Setelah itu saya kembali bergabung dengan Petrokimia sampai pensiun di 1992. Saya memutuskan gantung sepatu karena saya sakit liver.

Setelah itu saya fokus kerja kantoran saja sebagai karyawan Petrokimia. Namun pada 1993 saya sempat disekolahkan Petrokimia ke KNVB untuk kursus kepelatihan di Belanda selama enam bulan.

Saya juga dapat surat pengantar dari PSSI untuk berguru ke KNVB. Setelah enam bulan saya pulang ke Indonesia. Saya lapor ke PSSI bahwa saya punya sertifikat KNVB dengan nilai excellent.

Tapi ternyata sertifikat KNVB saya tidak diakui PSSI. Saya kecewa berat dan akhirnya putuskan untuk fokus kerja kantoran di Petrokimia.

Saya mulai meniti karier sebagai karyawan dari level bawah dengan modal titel sarjana. Awalnya saya bekerja sebagai kepala regu bagian penjualan, kemudian menjadi kepala seksi, kepala bagian, hingga sempat menjadi perwakilan Petrokimia di Jakarta dari 2012-2014.

Terus 2014 saya mendapatkan kepercayaan untuk memegang anak perusahaan Petrokimia sebagai Direktur Utama PT. Graha Sarana Gresik sampai saya pensiun pada 2019.

Banner Testimoni

Sedangkan kalau karier di Timnas Indonesia, saya pertama kali dipanggil memperkuat tim nasional pada 1984 untuk Kualifikasi Piala Dunia 1986. Saat itu kami nyaris lolos ke Piala Dunia Meksiko.

Setelah itu saya keluar-masuk Timnas Indonesia. Meskipun saya masih tetap berada di Timnas Indonesia B. Jadi waktu itu ada ibaratnya Timnas Indonesia A dan Timnas Indonesia B.

Hingga pada 1989 saya masuk lagi ke Timnas Indonesia A. Dari 1989 itu saya mulai dipercaya sebagai Kapten Timnas Indonesia menggantikan Heri Kiswanto sejak SEA Games Kuala Lumpur.

Waktu jadi pemain saya itu dikenal memiliki kelebihan dalam membaca arah permainan lawan. Hal itu juga tidak lepas karena waktu zaman sekolah ayah saya itu sering memutar video pertandingan Liga Belanda.

Jadi dari usia 12 tahun setiap makan siang saya selalu nonton video cuplikan pertandingan Liga Belanda. Video itu didapat dari teman bapak saya di Belanda.

Sehabis nonton video itu wawasan dan ilmu bermain saya bertambah dan sore harinya langsung dipraktikkan di lapangan kampung itu. Makanya dulu itu saya punya kemampuan baca permainan lawan dengan baik.

Awalnya saya juga bukan sebagai libero. Sebelumnya saya bermain di gelandang. Saya pernah jadi gelandang serang, pemain sayap, dan gelandang bertahan. Baru pada 1986 saya mulai jadi libero di Piala Kemerdekaan.




HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER