Cerita Tak Sempurna Klub Badminton Kaya Raya Indonesia
PB Djarum (Kudus) dan PB Jaya Raya (Jakarta) dianggap sebagai dua klub kaya raya di dunia badminton yang tak punya masalah soal pendanaan. Namun mereka juga punya arena pertarungan masing-masing yang juga tak mudah ditaklukkan.
Pada periode 2019, PB Djarum terlibat polemik dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI menganggap audisi PB Djarum mengandung unsur eksploitasi berupa kewajiban setiap anak mengenakan seragam berlogo Djarum Badminton Club yang identik dengan merek rokok.
Dalam polemik tersebut, PB Djarum kemudian sempat memutuskan bahwa audisi umum PB Djarum di 2019 adalah yang terakhir. Mereka tak akan mengadakan audisi umum untuk tahun 2020.
"Saya melihatnya mereka tidak mengerti. Dunia mereka dan kami berbeda. Dia tidak mengerti proses kami, melihatnya sepotong saja. Mestinya orang bijak melihat secara global."
"Lihat saja di audisi umum yang dilakukan. Tidak ada yang jualan rokok. Atlet ketahuan merokok saja langsung kami keluarkan," tutur Ketua PB Djarum Yoppy Rosimin.
Yoppy mengenang saat itu sempat ada permintaan mengganti nama PB Djarum yang identik dengan produk rokok. Yoppy tentu saja menolak keras ide tersebut.
"Nama itu sudah ada dari 1969 sampai sekarang. Kalau saya ganti, saya bisa dimarahi seluruh alumni. Namanya memang sudah dari dulu begitu," ucap Yoppy.
Keriuhan antara PB Djarum dengan KPAI saat itu memancing perhatian publik secara luas. Banyak pihak bersuara, termasuk sejumlah pejabat yang ikut turun tangan.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko bahkan berkunjung ke PB Djarum untuk ikut turun tangan mengenai masalah ini. Moeldoko lalu menyatakan tidak ada eksploitasi dalam Audisi Umum PB Djarum dan meminta klub PB Djarum untuk melanjutkan audisi di tahun berikutnya.
Walaupun masalah PB Djarum dengan KPAI saat itu menjadi isu nasional dan diperbincangkan banyak orang, Yoppy menilai hal tersebut bukanlah masalah terbesar PB Djarum.
Masalah terbesar PB Djarum menurut Yoppy adalah saat perusahaan mengalami krisis keuangan yang kemudian berdampak pada kelangsungan PB Djarum.
"Ada masa di tahun 90-an perusahaan mengalami kendala karena ada peraturan cukai baru. Akhirnya manajemen berniat untuk melakukan perampingan, yang tidak urgent ditiadakan. Saat itu bahkan terpikir untuk memberhentikan badminton. Kami sebagai pengurus waktu itu mengusulkan agar langkah tersebut tidak diambil karena era 90-an prestasi pemain-pemain PB Djarum lagi besar-besarnya."
"Lebih parah [dibanding kasus dengan KPAI]. Kalau dengan KPAI kan sifatnya dari eksternal sedangkan krisis keuangan sifatnya internal. Kami benar-benar dalam kondisi prihatin, prihatin semuanya, tidak hanya bulutangkis saja, tetapi semuanya," ucap Yoppy yang juga aktif bermain badminton di era 70-an.
Para pengurus PB Djarum saat itu pun kemudian meminta agar kelangsungan klub tetap dilanjutkan.
"Kami bilang ke perusahaan untuk memberi budget berapa saja. Budget yang diberikan berapa, kami atur sendiri. Bila biasanya berangkat dua turnamen, jadi satu turnamen. Biasanya berangkat 15 orang, jadi lima orang. Pokoknya hemat-hemat saja."
"Dari budget sebelumnya, mungkin saat itu budget yang diberikan tinggal sisa 10 persen. Pokoknya pengurus bilang sanggup. Walaupun saat itu budget menurut kami kecil sekali, tetapi yang penting tidak dibubarkan," ujar Yoppy.
PB Djarum berdiri di 1969 dan awalnya adalah lantaran karyawan-karyawan PT Djarum menggemari bulutangkis. Area break alias tempat karyawan melinting rokok dirapikan dan digunakan sebagai lapangan bermain di sore hari.
Setelah awalnya berdiri sebagai komunitas untuk bermain karyawan PT Djarum, PB Djarum akhirnya melangkah lebih serius sebagai sebuah klub. Sosok Liem Swie King punya peran besar di balik hal tersebut.
"Titik awalnya PB Djarum menjadi klub yang lebih serius pada saat Pak Robert Budi Hartono melihat sosok pemuda usia 13-14 tahun bernama Liem Swie King."
"Itu jadi barometer bahwa klub ini bukan hanya untuk rekreasi dan harus berprestasi. Saat itu Rudy Hartono sedang mendominasi dan Liem Swie King punya talenta," ujar Yoppy.
Nama PB Djarum akhirnya diresmikan pada 1974, Sosok Liem Swie King jadi andalan utama PB Djarum.
"Dan hal itu terbukti. Liem Swie King sudah bisa jadi juara nasional di usia 17 tahun. Setelah itu dipanggil Pelatnas dan bisa jadi juara All England. Usai itu, kami makin lebih serius merekrut pemain."
"Kami ke Surabaya, Solo untuk mencari pemain. Kalau ada pemain bagus kami ajak masuk PB Djarum," kata Yoppy.
Krisis yang dialami PB Djarum di era 90-an itu sendiri pada akhirnya bisa berakhir seiring membaiknya kondisi keuangan perusahaan. Tak hanya itu PB Djarum berkembang makin pesat di era 2000-an lantaran Victor Hartono, salah satu anak Robert Budi Hartono menaruh perhatian serius pada PB Djarum dan badminton.
Kekalahan Indonesia di semifinal Piala Thomas 2004 membuat Victor Hartono menanamkan tekad untuk ikut berjuang membangkitkan badminton Indonesia lewat PB Djarum.
"Pak Victor masuk tahun 2000-an dan ada reformasi di PB Djarum. Perusahaan juga makin bagus dan bisa bertahan sampai sekarang."
"Sebelumnya pak Victor belum konsentrasi ke sini. Kebetulan dia baru pulang [dari luar negeri] dan tergugah untuk membangun PB Djarum," ujar Yoppy.
Selain mendorong PB Djarum menjadi lebih maju lewat pembangunan GOR baru dan mengadakan audisi umum untuk mencari atlet-atlet berbakat, ekosistem badminton juga mulai dibangkitkan.
Djarum jadi sponsor gelaran Sirkuit Nasional sehingga pembentukan ranking nasional menjadi lebih jelas terukur. Tak hanya itu, Djarum juga jadi sponsor Indonesia Open dan membuatnya jadi salah satu turnamen elite di rangkaian BWF Super Series dan World Tour.
Yoppy menegaskan PB Djarum selalu menjadikan prestasi untuk Indonesia di dunia badminton sebagai misi utama mereka. Hal itu yang akan membuat PB Djarum terus bergerak saat ini hingga masa depan.
"Sepanjang PB Djarum masih diberi ruang dan waktu untuk berkontribusi, kami akan terus lanjut. Sepanjang masih ada ruang untuk PB Djarum, sepanjang itu kami akan terus komitmen menjaga ekosistem badminton Indonesia," kata Yoppy berjanji.