TESTIMONI

Iman Agus Faizal: Legenda Voli, Pelopor Jump Serve ASEAN

Iman Agus Faizal | CNN Indonesia
Rabu, 13 Sep 2023 19:00 WIB
Mantan pemain Timnas Voli Indonesia Iman Agus Faizal bercerita soal momen jadi pemain terbaik di SEA Games 1991 sebagai yang paling berkesan dalam kariernya.
Iman Agus Faizal (tengah) saat menerima penghargaan MVP di SEA Games 1991. (Arsip Istimewa)

Jujur saja, zamannya saya itu menjadi pemain nasional adalah untuk bisa mendapatkan kehormatan di universitas. Karena waktu zamannya saya baik di Livo Karya atau di Tim Nasional uangnya dipergunakan untuk kuliah. Jujur, saya tidak pernah tarkam.

Di universitas itu saya dapat beasiswa. Jadi beasiswa itu ada di beberapa universitas, misalnya: Universitas Kristen Indonesia, terus ada Perbanas, terus ada Asmi. Karena saya di SMA psikotes harus masuk teknik sipil, otomatis ya saya di UKI.

Jadi saya mendapatkan beasiswa di situ. Jadi saya ingat kata-kata ayah saya: "Jika kamu jadi pemain nomor satu Indonesia di bola voli, itu bagus, tapi saya tidak bangga. Tapi saya akan bangga kalau kamu bisa menyelesaikan sekolah. Karena Indonesia itu belum bisa menerima seperti jaminan untuk masa depan".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi bagi saya intinya, jadi pemain nasional itu untuk masuk kuliah. Saya tahun 1982 sudah masuk timnas junior, usia 15 tahun. Saya kuliah tahun 1985.

Saat saya masuk UKI itu ada PON dan SEA Games. Jadi begitu saya masuk di UKI, surat dispensasi dari KONI itu adalah segalanya. Tapi konsekuensinya harus bisa mengambil dobel SKS.

Ya saya bilang 'gak papa'. Begitu selesai SEA Games kita bereskan kuliah, tidurlah di kampus dari siang sampai malam, sampai segala macam. Itu sangat berat untuk mensejajarkan antara kuliah dan bola voli.

Yang jelas waktu junior itu, tim-tim junior nasional disatukan di perusahaan asuransi Timur Jauh. Tim asuransi Timur Jauh ini juara nasional Livo Karya 1985, 1986, 1987. Setelah itu tahun 1989 saya ke BCA, dari BCA setahun saya pindah ke Bimantara. Sampai tahun 1995.

Tahun 1995 saya keluar dari Bimantara karena sudah bekerja di BNI, lantaran sudah lulus kuliah S1 tahun 1993.

Di BNI saya harus memilih, karena tahun 1998 saya masih masuk tim nasional, tetapi saya harus memilih, antara karier di pekerjaan atau bola voli. Ya saya pilih karier lah.

Nah pada 1998 dengan kejadian seperti itu saya harus melihat karier di BNI, saya bukan pegawai dasar, saya bukan asisten, jadi apakah mau mengamankan meja atau ke tim nasional? Yakin saya, kalau saya ke nasional terus, meja saya diambil orang. Di situlah saya harus memilih.

Apa gunanya sarjana saya? Saya capek-capek jadi S1 masa main voli terus. Karena dulu tujuannya saya untuk sekolah. Saya ikut latihan voli juga untuk sekolah.

Iman Agus Faizal (ketiga kanan) saat jadi Ketua Tim Jakarta BNI 46 di Proliga 2020. Hadir juga Dio Zulfikri, Megawati Hangestri Pertiwi, Samsul Jais, dan Hanny Sukartty.Iman Agus Faizal (tengah) sejauh ini kerap terlibat di klub voli Jakarta BNI 46. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Karena mengikuti saran ayah itu juga akhirnya saya memilih bola voli, bukan sepak bola. Ayah saya adalah Paidjo Bustam, dia kiper Timnas Indonesia era 1950-an bersama Maulwi Saelan dan Ramang.

Jadi itu ceritanya saya waktu SD pemain sepak bola. Tapi saat saya sudah masuk SMP kelas 1, bapak saya mengatakan "Zal, kamu janganlah jadi pemain bola, soalnya nanti sekolahnya berantakan."

Terus saya diajak ikut SEA Games 1979 di Jakarta. Di situ saya lihat pak Gugi Gustaman, Eddy Wintoko, almarhum Liem Siauw Bok segala macam. Pas sudah begitu saya melihat bola voli, saya bilang ini mah olahraga mudah tidak seperti sepak bola.

Bapak saya tanya "Kamu mau ke olahraga ini?". Saya bilang "Mau". Ya sudah saya ikuti perintah dari almarhum Papa saya untuk berkecimpung masuk olahraga bola voli.



(ptr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER