Piala Asia U-23 2024 tak masuk kalender FIFA. Karenanya pula tak ada kewajiban klub untuk melepas pemain. Diplomasi PSSI ke klub akan jadi kunci.
Saat ini mayoritas pemain Indonesia U-23, baik yang main di dalam negeri maupun di luar negeri, sama-sama jadi tulang punggung klub. Hanya segelintir yang jadi ban serep.
Ini akan berdampak pada pemanggilan pemain. Pasalnya periode April dan Mei adalah masa-masa krusial di kompetisi. Klub sedang berjuang lepas dari degradasi atau berburu peluang juara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk Liga 1 2023/2024 misalnya, periode April dan Mei memasuki pekan ke-30 hingga ke-34. Ini adalah pekan krusial bagi semua klub di tangga klasemen kompetisi.
Memanggil pemain-pemain kunci klub ke Indonesia U-23 untuk durasi yang panjang, termasuk masa persiapan, akan memberatkan. Kisah seteru klub dan PSSI bisa bergejolak kembali.
PSSI kiranya sudah melakukan lobi sejak dini. Dalam artian pemain yang berpotensi dipanggil untuk Piala Asia U-23 2023, sudah mulai dikomunikasikan ke pelatih dan pihak klub.
Jangan sampai pihak klub merasa diabaikan. Mereka bekerja keras di kompetisi, tetapi akhirnya merasa digembosi. Bila perlu Shin langsung yang bicara dengan pelatih klub.
![]() |
Dari luar negeri lebih berat lagi. Pemain-pemain seperti Ivar Jenner, Rafael Struick, Elkan Baggott, atau Marselino Ferdinan akan sulit dilepas klub. Diplomasi PSSI akan menjadi kunci.
Kondisi seperti ini tak dirasakan semua kontestan Piala Asia U-23 2024. Kompetisi di Asia Timur dan Barat misalnya, sudah rampung. Mereka bisa bersiap dengan nyaman.
Jika PSSI tak bisa berdiplomasi dengan baik ke klub dalam negeri dan luar negeri, prediksi akun media sosial Vietnam akan terwujud di Piala Asia U-23 2024: RIP Indonesia.
Tentu PSSI, Shin, pemain, dan suporter Timnas Indonesia tak ingin hal itu terwujud. Jika PSSI ingin Indonesia benar-benar naik kelas, persoalan seperti ini harus diurusi sejak dini.