Catatan Harian Irwansyah: Jonatan vs Ginting di Final All England
Sejak awal tahun, kami sudah mencanangkan target utama di All England 2024. Jadi saat itu di akhir tahun, setelah BWF World Tour Finals, para pemain punya waktu libur seminggu karena Anthony Ginting dan Jonatan Christie juga merayakan Natal.
Begitu masuk tahun 2024, langsung ada tiga turnamen di Malaysia, India, dan Indonesia Masters. Karena persiapan latihan tidak cukup, tentu jangan berharap hasilnya bisa langsung bagus.
Dalam periode persiapan, tentu saya dan tim di PBSI sudah mulai melakukan kalkulasi, kapan grafik pemain naik dan kapan grafik pemain turun. Karena itu dengan persiapan yang lebih panjang, kami membidik target di All England.
Bukan berarti kalau tidak juara di Malaysia, India, dan Indonesia Masters itu tidak apa-apa. Tetapi maksud saya, mending di tiga turnamen di Januari agak struggle tetapi di titik yang saya inginkan yaitu All England bisa bagus hasilnya.
Memang pada akhirnya hasil di bulan Januari tidak bagus. Dari situ, ada lima minggu persiapan menuju dua rangkaian turnamen yaitu Prancis dan All England. Saya sudah jelaskan pada para pemain bahwa target utama adalah All England.
Kami juga sebelumnya pergi ke Prancis dan di Prancis itu kami sekaligus mengunjungi tempat pemusatan latihan yang bakal digunakan untuk Olimpiade 2024. Sebenarnya menurut saya, saya inginnya langsung saja berangkat ke All England, namun kan tidak bisa seperti itu. Karena Prancis kan juga turnamen Super 750.
Tampil di French Open, Jonatan dan Ginting kalah di babak-babak awal. Pemain-pemain kalah setelah latihan selama lima minggu yang menurut saya sudah sangat bagus.
Setelah kalah di French Open, saya lalu bilang pada mereka bahwa tidak boleh ada kekecewaan berlebihan karena memang target utama kita ada di All England. Padahal tentunya kalau di Prancis juga bisa juara tentu bagus. Tetapi saya bilang pada pemain untuk mengingat bahwa target utama kita ada di All England.
Walaupun saya bilang tidak apa-apa saat kalah, tetapi bukan berarti kalau tidak juara itu berarti tidak apa-apa juga. Setiap berangkat, tiap pemain kan pasti punya target sendiri, mau juara kan?
Karena itu ketika kalah di Prancis, pemain juga terpukul. Ada pembicaraan-pembicaraan dari pemain mengungkapkan hal yang mereka rasakan.
"Bang, kita latihan sudah semangat, sudah mati-matian. Kenapa saya kalah di babak pertama, di babak kedua."
Itu Jonatan ngomong kayak gitu. Lalu saya jawab: "Ya Jo, tunggu saja dulu, gak apa-apa Jo."
Kekalahan pemain tentu juga jadi tanggung jawab saya, tanggung jawab pelatih. Tetapi di saat itu saya berpegangan bahwa tujuan kami itu di All England. Saya coba kasih semangat ke Jonatan dan Ginting yang sudah kalah di babak awal Prancis.
Walaupun mereka down, mereka kecewa, saya kasih semangat lagi. Saya kasih pengertian bahwa besok sudah harus latihan lagi. Akhirnya di Prancis kami sudah mulai latihan lagi sejak pagi.
Mood pemain sudah mulai kembali. Memang di situasi seperti ini, pelatih harus bisa mendekatkan diri ke pemain. Cara berbicara memang penting di sini.
Hal itu agar para pemain juga bisa memahami bahwa: "Benar juga ya, All England ini turnamen penting yang jadi target."
Memang French Open juga penting, ada rasa ingin juara. Tetapi memang sudah sampai di situ hasilnya. Kemarin di Prancis sudah kalah, berarti pikiran mengenai kekalahan itu jangan dipakai lagi.
Kekalahan kemarin yang dialami itu digunakan untuk menambal kekurangan, memperbaiki untuk tampil di All England. Memang di situasi itu, harus bisa tetap berusaha berpikir positif.
Babak Pertama All England
Hari Selasa, Ginting bertanding melawan Lee Chia Hao. Saya rasa waktu awal main, Ginting agak tegang. Biasa, hari pertama main bisa seperti itu.
Tetapi semua masih di bawah kendali Ginting. Artinya Ginting masih bisa mengendalikan rasa tegang itu. Masih bisa diatasi semua.
Sedangkan yang lebih menegangkan memang saat Jonatan berhadapan dengan Chou Tien Chen. Jonatan main di hari Rabu dan malam sebelumnya kami memang ada rapat strategi.
Saya sudah arahkan, berikan strategi untuk Jonatan. Saya ingatkan lagi pada Jonatan begitu mau masuk lapangan. Dari awal 0-0, Jonatan sudah langsung menerapkan strategi yang sudah disusun. Dar! Dar! Dar! Tahu-tahu sudah habis saja di game pertama dengan skor 21-4.
Sejak awal, saya sudah tekankan pada Jonatan agar tidak berpikir yang macam-macam, termasuk berpikir soal kekalahan yang sebelumnya. Jonatan memang punya pressure yang lebih tinggi di laga lawan Chou Tien Chen.
Kalau lihat Jonatan main di gim pertama, Chou Tien Chen memang terus ditekan, sehingga kayak enggak berkembang jadinya. Chou Tien Chen kemudian mulai ragu karena pukulan Jonatan saat itu dahsyat banget.
Dalam permainan, kadang-kadang ada satu pemain sudah bermain enak banget di game pertama, tiba-tiba kayak hilang. Itu yang saya ingatkan pada Jonatan.
"Jo, kamu fokusnya tetap saja, itu saja yang kamu perlu buat. Kalau cara main kamu, dari cara menekan lawan, sudah benar. Tetap yang paling penting fokusnya jangan sampai buyar, jangan sampai goyang."
Karena kalau sudah goyang dari pikiran, bakal berat lagi. Maksudnya, nanti bisa timbul pikiran 'Aduh gimana kalau kalah nanti'. Pokoknya saya minta jaga terus fokusnya.
Dan itu bisa dilakukan. Walaupun Chou Tien Chen nengubah permainan, tidak bisa segampang itu untuk dirinya. Ia tetap ketekan terus oleh Jonatan hingga akhir pertandingan.
Chico juga berhasil memenangkan pertandingan. Saya melihat bahwa dari babak awal, para pemain tidak ragu dengan cara main yang ditampilkan.
Babak 16 Besar
Di All England 2024 ini, cara main Ginting memang sedikit berubah. Saya ubah dikit cara bermainnya. Tentu saya tidak akan menjelaskan dengan detail perubahan yang ada dalam permainan Ginting.
Perubahan yang saya lakukan ini agar lawan-lawan tidak selalu hafal dengan cara main Ginting.
Selain itu saya memang menyiapkan para pemain agar siap capek di lapangan. Jadi dari segi fisik, saya tidak khawatir terhadap fisik para pemain saya.
Saat Ginting menghadapi Kenta Nishimoto, semua strategi yang dibicarakan terbilang jalan. Memang pasti masih ada kesalahan yang dibuat tetapi tidak banyak.
Terus yang saya coba sampaikan adalah cara main yang sudah direncanakan itu terus-menerus diusahakan, jangan jadi takut. Misalnya saat Ginting sedang menerapkan pola permainan yang direncanakan, ternyata bolanya mati atau nyangkut.
Ginting tidak boleh jadi khawatir, tetap jalan seperti strategi yang sudah dibuat. Supaya dia jangan ragu-ragu lagi. Tetap harus ditekuni strategi yang sudah disusun. Kalau musuh bisa mengatasi, Ginting harus berani adu fisik. Dan soal fisik, saya yakin para pemain kuat.
Di 16 besar, Jonatan bertemu Kunlavut Vitidsarn. Sebagai pelatih, saya cuma bisa membantu dari luar soal bagaimana mereka harus percaya diri. Semua pemain saya bagus, tinggal bagaimana cara mereka bisa membuat pikiran mereka itu tidak macam-macam berpikirnya.
Jadi pemain seharusnya hanya fokus dengan cara bermain. Lebih menikmati.
Jonatan itu sebenarnya tipe pemain yang tidak gampang dimatikan. Lawan itu sebenarnya sudah gemetar kalau mau main sama Jonatan.
Saya mantan atlet, kalau bertemu pemain dengan defense yang solid, malam sebelumnya juga tidak bisa tidur.
Jadi makanya saya bilang ke Jonatan: "Kenapa kamu yang berpikir dia bagus? Kunlavut saja sekarang ini sudah tidak bisa tidur mau lawan kamu."
Memang laga Jonatan vs Kunlavut itu adu mental, adu siapa yang lebih siap.
Dari cara main, Kunlavut juga bukan sosok sembarangan karena dia juga juara dunia. Tetapi bukan berarti pemain kita kalah sama dia.
Saya coba tanamkan itu agar pemain percaya diri. Percaya diri kan gak gampang. Percaya diri pemain itu bisa hilang lagi dan membuat mereka agak kacau lagi dari pemikirannya. Padahal mereka pemain bagus.
Saya kan tiap hari melatih mereka dan saya lihat sendiri betapa hebatnya pemain-pemain saya ini. Tetapi kadang-kadang karena tekanan ini-itu, sehingga di lapangan menjadi tidak segampang yang dilihat penonton.
Yang melihat di luar lapangan mungkin bisa berkata:"Aduh masak mukul begitu saja out" atau "Mukul begitu saja, nyangkut."
Itu terjadi karena adanya tekanan. Coba saja kita jalan biasa tanpa ada yang melihat dengan jalan biasa dengan banyak yang memperhatikan, bakal jadi serba salah itu jalan.
Makanya tugas orang yang di belakang yaitu saya itu yang terpenting untuk membuat mereka nyaman. Karena mereka juga sudah tegang di lapangan. Bukan hanya di stadion yang nonton karena kamera TV dimana-mana berarti banyak orang dari seluruh penjuru dunia yang menonton.
Kembali ke permainan, duel Jonatan vs Kunlavut masuk ke gim ketiga. Kunlavut itu memang pemain yang pintar kan, cuma saya ingatkan Jonatan untuk bermain pukulan yang simpel, tidak usah dimacam-macamin.
Saya minta dia untuk adu fisik dulu karena Kunlavut itu kalau diserang terus pun tidak gampang untuk tembus. Jadi serangan memang harus selektif, ketika perlu. Kalau memang perlu ditarik dulu, yaa ditarik dulu. Perlu dilariin dulu. Lalu harus dibuat capek.
Misal dari belakang ke depan, lalu ke belakang lagi. Dibuat lari terus, sampai ketika momen sudah enak, baru serang. Kalau masih belum enak, jangan, gitu terus dan harus tahan.
Kamu ingat saja waktu pas latihan. Sudah itu saja. Akhirnya memang ditahan terus sama Jonatan dan Kunlavut tidak bisa menahan. Kunlavut mulai terus melakukan smes ke Jonatan. Ya rasanya seperti 'Ayo tembak saja, Jonatan itu enggak mati-mati'.
Memang di situlah terlihat bahwa pemain tunggal ini dituntut fisiknya harus kuat.
Chico kalah di babak 16 besar. Chico menunjukkan permainan bagus tetapi dia kalah lagi dari Shi Yuqi. Shi Yuqi ini memang pemain yang sudah benar-benar berpengalaman.
Dalam duel lawan Shi Yuqi, hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh Chico saat bermain malah dilakukan. Jadi Chico seperti disetir. Seharusnya Chico bisa menghambat tetapi karena Shi Yuqi ini memang pintar sekali membuat lawan mengikuti pola main dia, seperti tiba-tiba dipercepat temponya atau tiba-tiba di-smash.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>