Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak hanya kendaraan berbasis listrik, impian Indonesia untuk memiliki kendaraan berstandarisasi Euro 4 masih jauh dari harapan.
Sejauh ini di Indonesia masih menerapkan standarisasi Euro 2. Alasannya, selain belum memiliki bahan bakar sesuai dengan standar Euro 4, mesin pada banyak kendaraan di tanah air belum memadai.
Untuk Indonesia, mesin berstandar Euro 4 hanya cocok dengan bahan bakar setara Pertamax Plus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan menilai Indonesia belum berkeinginan untuk menggunakan standarisasi tersebut.
Minat dan konsumsi bahan bakar di tanah air yang masih tinggi dengan standar Euro 2 saat ini jadi faktor pertama. Selain itu sebagai penyuplai bahan bakar khusus Euro 4, Pertamina baru bisa memberi janji tanpa adanya upaya realisasi.
"Ya semuanya hanya yang bisa suruh, tapi penyuplai juga minta waktu. Pertamina itu minta waktu. Mereka minta waktu, tidak bisa mendadak," kata Putu kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (30/12).
Hingga kini Pertamina masih meminta waktu kepada pemerintah untuk menyelesaikan kilang khusus bahan bakar berstandar Euro 4. Sehingga memang belum dapat dipastikan kapan Indonesia bisa menaikan standarisasinya menjadi Euro 4.
"Pertamina tunggu kilangnya belum selesai. Kalau ada waktu tanya Pertamina, tanyakan ke mereka, kilang Euro 4 nya kapan selesai," ujarnya.
Kemenperin masih berkomunikasi dengan dua Kementerian lain, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Keuangan terkait standarisasi bahan bakar ini.
Sementara, Ketua Tim Desain Produk Otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus mengatakan, selain tidak memiliki standar bahan bakar, rata-rata mesin pada kendaraan di Indonesia tidak dapat menerima asupan bahan bakar berstandar Euro 4.
Padahal, kendaraan di tanah air yang masih aktif hingga sekarang, masih banyak didominasi kendaraan dengan usia senja. Bila ditotal, jumlahnya mencapai 150- 160 juta unit.
"Jika dikasih oktan tinggi bagaimana? Ini masalah. Misalnya berlaku, tidak bisa dibayangkan bagaimana itu," ujarnya.
Ia menilai, pada dasarnya meskipun sudah mencapai standar Euro 4. Indonesia tetap lebih tertinggal, dari beberapa negara lain di kawasan Asia.
"Sebenernya kita untuk Euro 4 udah ketinggalan. Negara lain, Malaysia, Singapura sudah Euro 5, di luar itu alahan sudah Euro 6," kata dia.
(pit)