Honda & Yamaha Bantah KPPU Bersekongkol Soal Harga Motor

Rayhand Purnama | CNN Indonesia
Kamis, 02 Mar 2017 07:57 WIB
Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan Astra Honda Motor (AHM), tetap menekankan jika mereka tidak pernah bersekongkol terkait penetapan harga.
Honda Astra Motor diputus bersalah dengan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing telah melakukan pengaturan harga motor. (Adhi Wicaksono/CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah diputus bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dua produsen kendaraan roda dua terbesar di Indonesia, Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan Astra Honda Motor (AHM), tetap menekankan jika mereka tidak pernah bersekongkol terkait penetapan harga.

Kuasa Hukum AHM Verry mengatakan meski sudah diputus bersalah, tentunya pihaknya tidak menerima keputusan tersebut. Bagi dia, melakukan persekongkolan terhadap harga saat ini tidaklah mungkin di tengah ketatnya persaingan usaha.

"Bertentangan. Buat para anggota kartel, keuntungan akan terjaga. Keuntungan akan dibagi bersama anggota kartel. Nah di persidangan tidak dibuktikan," kata Verry kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Rabu (1/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Senada, Kuasa Hukum YIMM, Rikrik Rizkiyana mengungkapkan bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh KPPU ialah yang terburuk sepanjang didirikan. Hal itu setelah ia melihat selama dalam penyelidikan, KPPU melakukan tindakan di luar kewenangan semustinya.

"Karena memang dari mulai penyelidikan, ada beberapa tindakan dari batas kewenangan KPPU. Tanpa memberikan identitas yang jelas dan mengambil dokumen," kata dia.

Ia memberi catatan, jika dua alat bukti dalam persidangan belumlah tervalidasi. Sehingga masih sumir untuk digunakan dalam memutuskan kepada dua pihak, baik Yamaha maupun Honda bersalah.

"Karena tiap putusan itu harus tervalidasi data-datanya," ujarnya.

Padahal, menurutnya, kedua pihalk jelas-jelas bersaing dalam industrinya. Misalnya dalam belanja iklan, Yamaha memperoleh rangking ke enam padahal saat ini mempunyai pasar kecil. Kemudian, terus berupaya mengeluarkan minimal dua model setiap tahunnya ke pasar.

"Lalu pengembangan teknologi, terus disalip ama Honda. Honda yang belom ngeluarin produk skutik terus naik akhirnya sampe sekarang. Buat apa Yamaha melakukan kartel kalo motif ekonomi tidak ada," ujarnya.

Ia menekankan, seluruh alat bukti yang dimiliki oleh KPPU tidak mendasar. Apalagi KPPU juga melihat dari sisi kemiripan harga antar dua produk Yamaha dan Honda, tanpa adanya kesepakatan keduanya.

"Kalau kemiripan harga tidak bisa jadi bukti sebuah kartel. Bukti harusnya apakah kesamaan itu disepakati atau tidak. Unsur kesepakatan harus dibuktikan. Nah mau tidak mau KPPU punya kewajiban membuktikan," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Shinduwinata memastikan jika tidak ada kebenaran dari yang sudah diputus oleh KPPU.

Gunadi menjelaskan, wajib dipertanyakan mengapa KPPU menarik alat bukti berupa pertemuan di lapangan golf dan email internal untuk memutuskan bersalah dua anggotanya itu. Bagi dia, tidak tepat jika KPPU tetap mempertahankan alat bukti tersebut dianggap sebuah pertemuan dengan unsur persekongkolan.

"Saya menganggap pertemuan eksekutif banyak terjadi di lapangan golf. Tetapi sangat sumir bahwa aktivitas tersebut dianggap pertemuan kesepakatan. Sebagai pesaing, memang sewajarnya produsen mengamati gerak-gerik persaingnya dan bahkan mengikuti cara bermain," kata Gunadi.

Sedangkan, Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono menghimbau ada baiknya KPPU lebih berhati-hati dalam membuat pembuktian di balik suatu perkara. Kata dia, hal itu akan berdampak kepada ekonomi di iklim usaha tanah air.

"Jika memang keduanya melakukan kartel, seharusnya mereka dapat mempertahankan pasar masing-masing. Tidak usah saling ambil pangsa pasar. Dengan promosi yang dilakukan oleh masing-masing produsen, ditambah dengan perang harga, sulit melihat para terlapor bersekongkol," ucapnya.

Sementara itu pada kesempatan yang sama, Staf Ahli KPPU, Muhammad Reza berujar jika dalam proses sampai akhirnya memutus bersalah keduanya, pihaknya sudah sesuai dalam prosedur seharusnya. KPPU tidak akan memikirkan, apakah nanti akan menang atau kalah dalam banding yang diajukan oleh Yamaha dan Honda di Pengadilan Negeri.

"Kalau kalah, kami akan kasasi. Kami tidak ada kepentingan harus benar. Ini hanya upaya mencoba melindungi konsumen saja," kata Reza.

Atas kasusnya, masing-masing terlapor akan dikenakan sanksi administratif. Mereka wajib membayar denda karena terbukti melakukan pelanggaran. YIMM didenda sebesar Rp25 miliar, sedangkan AHM didenda lebih kecil nominalnya, sebanyak Rp22,5 miliar.

Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Tentang Larangan Membuat Perjanjian dengan Pelaku Usaha Pesaing untuk Menetapkan Harga Atas Suatu Barang dan Jasa.

Pada kasus ini sebelumnya investigator KPPU menemukan kejanggalan terhadap harga sepeda motor jenis skuter matik 110-125 cc produksi Yamaha dan Honda. Dengan begitu, harga tersebut akan sangat menguntungkan perusahaan

KPPU menduga kedua perusahaan itu membahas mengenai kesepakatan antara  Yamaha akan mengikuti harga jual motor Honda. Kesepakatan kemudian ditindaklanjuti dengan adanya perintah melalui surat elektronik yang pada akhirnya terdapat penyesuaian harga jual produk Yamaha, mengikuti harga jual Honda. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER