'Ojek Muncul Karena Buruknya Pelayanan Angkutan Umum'

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Rabu, 11 Apr 2018 10:13 WIB
Darmaningtyas, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) mengatakan bahwa sepeda motor adalah mesin pembunuh yang lebih berbahaya ketimbang narkoba.
Darmaningtyas meminta pemerintah tidak terdesak oleh pemilliki modal besar karena akan melahirkan masalah baru di jalan. (Dok.Uber Southeast Asia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Darmaningtyas, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) mengatakan bahwa sepeda motor adalah mesin pembunuh yang lebih berbahaya ketimbang narkoba. Hal ini dia sampaikan sebagai ungkapan menolak legalisasi sepeda motor menjadi angkutan umum di Indonesia.

Menurut data BNN, korban meninggal akibat narkoba berjumlah 50 orang per hari. Namun data kepolisian mencatat bahwa korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 85 orang per hari dan 72 persennya melibatan sepeda motor.

Artinya sepeda motor membunuh sekitar 59,5 orang per hari di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah terbukti bahwa sepeda motor itu merupakan mesin pembunuh terbesar di Indonesia. Narkoba pun kalah dahsyatnya dalam membunuh warga, dibandingkan sepeda motor," kata Darmaningtyas dalam acara Prakarsa Talk #1 di Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Oleh karena itu, Ia mengatakan bahwa kebijakan untuk merevisi UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sangat tidak tepat. Jika BNN mati-matian menghalangi penggunaan narkoba, maka seharusnya pemerintah tidak melegalkan sepeda motor.

Darmaningtyas meminta pemerintah tidak terdesak oleh pemilliki modal besar karena akan melahirkan masalah baru yang lebih krusial.

Sebagai solusinya, Darmaningtyas mengusulkan pemerintah pusat maupun daerah untuk serius memperbaiki angkutan umum agar masyarakat tidak tergantung pada ojek. Jika angkutan umum sudah bisa diandalkan, dia yakin ojek sepeda motor akan menghilang dengan sendirinya.

"Ojek secara histori muncul karena buruknya layanan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman dan terjangkau. Oleh karena itu suatu anomali maka solusinya bukanlah melegalkan tetapi tugas Pemerintah/Pemprov/Pemda menyediakan angkutan umum," jelas dia.
Ojek tidak perlu dilegalkan atau pun dilarang. Jumlah pengojek online yang saat ini ratusan ribu itu juga tak dikhawatirkannya karena zaman akan memunculkan jenis pekerjaan baru yang bisa mereka isi.

Dia melanjutkan bahwa melegalkan sepeda motor sebagai angkutan umum adalah usulan yang bodoh dan mundur. Sebab, Hanoi, Vietnam saja bahkan sudah melarang sepeda motor beredar di 2025 karena merasakan gangguan.

"Jumlah sepeda motor di Hanoi hanya enam juta saja atau sepertiga dengan jumlah motor di DKI Jakarta. Tapi mereka sudah merasa terganggu, masak kita justru akan melegalkan sepeda motor jadi sarana transportasi umum?" tanyanya.

Darmaningtyas juga melihat bahwa UU 22/2009 LLAJ tak perlu direvisi. Sebab, payung hukum untuk taksi online sudah cukup dengan PM 108/2017 yang mengatur mulai dari tarif hingga kuota kendaraan.
"Masalah taksi online itu menurut saya sudah selesai sudah ada payungnya. Tidak perlu direvisi sampai UU LLAJ yang sifatnya nasional, sebab taksi online ini kan hanya ada di Jawa. Tidak bersifat nasional dan hanya berbeda di ssitem mendapatkan penumpang saja," papar Darmaningtyas.

Sementara itu, penerapan kebijakan Peraturan Menteri Perhubungan PM 108 Tahun 2017 telah resmi ditangguhkan sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Dalam masa waktu tersebut, Kementerian Perhubungan akan mengkaji ulang regulasi. (mik)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER