Jakarta, CNN Indonesia --
Carlos Ghosn ditangkap otoritas Tokyo setelah dia mendarat di Bandara Haneda, Jepang pada Senin (19/11) malam. Ghosn diciduk otoritas setempat dengan dugaan penyalahgunaan wewenang berdasarkan penyelidikan perusahaan otomotif
Nissan beberapa bulan terakhir.
Mengutip
AFP, Rabu (21/11) Otoritas Jepang dikabarkan memperpanjang penahanan Ghosn hingga 10 hari untuk memperlancar penyelidikan.
Ghosn ditahan bersama eksekutif senior Greg Kelly atas tuduhan melakukan tindak pidana keuangan selama bertahun-tahun seperti dalam keterangan resmi Nissan. Disebutkan bahwa Nissan yang menjadi kunci atas penahanan Ghosn.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nissan pun mengakui bakal meninjau ulang posisi Ghosn, sementara Renault telah menunjuk Senior Independent Director and Chairman of Accounts & Audit Committee Philippe Lagayette sebagai ketua dan kekuasaan penuh perusahaan akan dikendalikan Chief Operating Officer Thierry Bollore.
'Sihir' Ghosn di kubu Nissan sebenarnya dicurigai sejak lama sampai akhirnya ada pembisik 'whistle blower' yang memberikan informasi kepada auditor Nissan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang lebih luas.
Terlepas dari kisruh antara Nissan dan Ghosn, perusahaan ternama asal Jepang Nissan telah memberi kemewahan pada Ghosn. Terakhir, Ghosn menerima US$9,7 juta (Rp141 miliar) dari Nissan untuk
financial year berakhir pada Maret 2017.
Media Jepang NHK melaporkan bahwa Nissan telah membayar dalam "jumlah besar" untuk memfasilitasi Ghosn dengan rumah mewah di Rio de Janeiro, Beirut, Paris dan Amsterdam "tanpa alasan bisnis yang sah."
Sejumlah media luar juga mengabarkan tentang pesta bertema Marie Antoinette yang mewah pada 2016. Pesta ini dibuat untuk pernikahan kedua Ghosn, yang lokasinya di istana megah Versailles.
Akibat gaya hidup mewah ini, pria lahir di Porto Velho, Brasil, pada 9 Maret 1954 itu menuai kritik karena gaya hidupnya yang mencolok dan dengan norma-norma Jepang.
Direktur Studi Asia di Universitas Temple Jepang Jeff Kingston mengatakan bahwa Ghosn adalah "korban kesombongan dan keberhasilannya sendiri."
"Dia menginjak-injak norma-norma budaya Jepang dengan cara-caranya yang mewah, dan kompensasi besarnya memicu kecemburuan dan mengundang pembalasan," katanya kepada
AFP.
(mik)