Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia sebagai organisasi pengemudi
ojek online (ojol) memperkirakan akan terjadi penurunan jumlah pengguna pasca tarif ojol naik. Penurunan minat masyarakat terhadap transportasi ojol diyakini bersifat sementara.
"Akan terjadi [penurunan jumlah pengguna jasa ojol] untuk beberapa waktu ke depan. Jumlah pelanggan pengguna jasa ojol akan kembali normal dan stabil selanjutnya," kata Ketua Presidium Nasional Garda Indonesia Igun Wicaksono melalui pesan singkat, Rabu (11/3).
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Selasa (10/3) resmi menaikkan tarif ojol daerah Jabodetabek. Tarif baru ojol menjadi Rp2.250 per km batas bawah dan batas atas Rp2.650 per km. Tarif jasa minimal juga naik dari Rp8.000-Rp10 ribu menjadi Rp9.000-Rp10.500.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Igun masyarakat sudah 'ketergantungan' dengan jasa ojol. Sehingga kenaikan tarif tidak lantas membuat konsumen sepenuhnya meninggalkan moda transportasi ini.
"Menggunakan jasa ojol sudah seperti kebutuhan pokok sebagai transportasi point-to-point yang efisien, praktis dan fleksibel," ucap dia.
Igun mengeluhkan yang membuat pendapatan turun bukan karena jumlah penumpang, melainkan jumlah pengemudi yang jumlahnya terus bertambah terutama wilayah Jabodetabek. Kondisi itu meningkatkan data saing antara pengemudi ojol.
[Gambas:Video CNN]"Yang membuat pendapatan turun bukan dari jumlah penumpang, namun karena sudah terlalu padatnya jumlah pengemudi ojol khususnya di Zona 2 Jabodetabek, sehingga persaingan makin besar," ucap Igun.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiadi mengatakan pihaknya bakal melakukan survei internal untuk mengetahui dampak kenaikan tarif terhadap penggunaan ojol setelah sebulan penerapan. Kenaikan tarif ini berlaku 16 Maret 2020.
"Nanti kan akan kami survei juga dan evaluasi," ujar Budi.
(ryh/mik)