Razia knalpot bising di Jakarta kembali gencar sejak pertengahan 2020. Data kepolisian periode Rabu-Minggu (10-14/3) 2021, sudah ada 200 pengendara yang terjerat karena menggunakan knalpot tak sesuai standar bawaan pabrik.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo pernah bilang aparat bekerja sama dengan Dinas Perhubungan (Dishub) dan menggunakan alat pengukur suara atau sound meter untuk penindakan.
Polisi menggunakan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, Pasal 285 ayat 1 untuk menindak pemotor knalpot bising.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal itu berbunyi, Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Sejumlah pihak menyebutkan undang-undang tersebut tidak tepat untuk menilang para pelanggar, apalagi polisi menggunakan alat decibel meter (dB meter) untuk mengukur suara yang dikeluarkan knalpot aftermarket. Padahal seharusnya tidak seperti itu. Sejumlah masyarakat menolak terkait kebijakan polisi selama ini.
Gayung bersambut, polisi akhirnya mengakui ada kesalahan dalam menindak pengendara sepeda motor karena metode pengukuran kebisingan knalpot di jalan raya menggunakan alat belum memiliki landasan hukum.
Namun polisi menegaskan, landasan hukum untuk menindak pemotor yaitu dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tepat.
Sebab UU itu mempresentasikan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi Kategori M, Kategori N, dan Kategori L.
Pada lampiran aturan itu tertulis seberapa besar suara maksimal yang diizinkan. Pada motor di bawah 80 cc maksimal 77 dB, 80 - 175 cc maksimal 80 dB, dan di atas 175 cc maksimal 83 dB. Metode pengujian ini adalah ECE R-41-01.
Menurut polisi, cara selama ini menindak pengendara motor knalpot bising sudah bisa dilakukan, namun caranya tidak mengutamakan alat deteksi suara.
Karena aturan itu tepat digunakan pada saat kendaraan sedang diproduksi, seperti tertera pada judul aturan. Aturan ini biasa digunakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam menguji kelaikan kendaraan sebelum bisa diproduksi atau dijual di Indonesia.
Polisi tidak tepat menggunakan metode pengukuran suara motor di jalan yang jelas-jelas yang sudah di tangan konsumen.
"Makanya Polda Metro tidak berpatokan ke situ [penggunaan alat]," ucap Sambodo yang menegaskan setiap kendaraan yang tidak sesuai Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, Pasal 285 harus ditindak.