Salah satu insentif yang diberikan pemerintah ke pengguna mobil listrik adalah bebas aturan lalu lintas ganjil genap. Namun kebijakan tersebut nampaknya tak berlaku pada sistem jalan berbayar alias Electronic Road Pricing (ERP).
Ganjil genap pertama kali diuji coba 2016. Sistem ini diterapkan untuk menggantikan kebijakan 3 in 1 yang dianggap tak lagi efektif mengurai kemacetan.
Penegakan hukum 3 in 1 juga dinilai lemah dan memunculkan polemik baru yakni kemunculan joki di sejumlah kawasan penerapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhasil, pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kebijakan ganjil genap mulai diuji coba pada ruas Jl Sudirman-Thamrin dan sebagian kawasan Gatot Subroto.
Ganjil genap menghapus 3 in 1 dan semula dikatakan sebagai kebijakan transisi menuju ERP yang sejauh ini belum diterapkan walai ide awal sudah muncul pada 2006 di era Gubernur Sutiyoso.
Pilihan Redaksi |
Seiring berkembangnya waktu, pemerintah DKI ikut menyempurnakan ganjil genap dan penerapannya diperluas hingga ke 13 titik dan kini menjadi 25 titik.
Tak hanya itu ganjil genap juga menjadi salah satu 'bahan jualan' pemerintah DKI untuk mempopulerkan mobil listrik.
Mobil listrik berbasis baterai yang lewat DKI tak akan kena tilang meski menggunakan pelat nomor tidak sesuai dengan tanggal saat melintas.
Kebijakan tersebut dikatakan menjadi insentif non fiskal yang diperoleh pengguna mobil tanpa emisi.
Sedangkan pada draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), mobil listrik tidak termasuk dari tujuh kendaraan yang dikecualikan dari ERP.
Hal tersebut tertuang pada Pasal 15 Raperda tersebut.
"Pengguna Jalan yang menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik yang melalui Kawasan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik wajib membayar Tarif Layanan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik," tertulis pada Pasal 15 ayat 1.
Pengecualian hanya berlaku bakal:
a. sepeda listrik;
b. Kendaraan Bermotor umum plat kuning;
c. Kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan
TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam;
d. Kendaraan korps diplomatik negara asing;
e. Kendaraan ambulans;
f. Kendaraan jenazah; dan
g. Kendaraan pemadam kebakaran.
Sejauh ini belum bisa dipastikan kapan ERP berlaku di Jakarta. Regulasi sebagai payung hukum ERP masih dibahas pada tahun ini dan kemungkinan aturan turunannya akan dikeluarkan 2024.