Mengenal Biodiesel B35 dan Dampaknya Bagi Mesin Diesel
Pemerintah resmi menerapkan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) Biodiesel 35 persen (B35) mulai, Rabu (1/2). Penerapan B35 menyusul keberhasilan program B30 dan merupakan langkah pemerintah untuk mengurangi impor minyak serta menghemat devisa negara.
Secara umum, B35 merupakan campuran bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kelapa sawit, yaitu Fatty Acid Methyl Esters (FAME). Kadar minyak sawitnya 35 persen, sementara 65 persen lainnya merupakan BBM jenis solar.
Mengutip laman Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), bahan baku biodiesel di Indonesia berasal dari minyak sawit (CPO).
Namun selain CPO ada tanaman lain yang berpotensi untuk bahan baku biodiesel, antara lain tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung, dan lain-lain.
Proses pembuatan biodiesel umumnya menggunakan reaksi metanolisis (transeterifikasi dengan metanol), yaitu reaksi antara minyak nabati dengan metanol dibantu katalis basa (NaOH, KOH, atau sodium methylate). Ini untuk menghasilkan campuran ester metil asam lemak dengan produk ikutan gliserol.
Menurut ESDM, biodiesel siap digunakan mesin diesel biasa dengan sedikit atau tanpa penyesuaian. Penyesuaian dibutuhkan jika penyimpanan atau wadah biodiesel terbuat dari bahan yang sensitif dengan biodiesel seperti seal, gasket, dan perekat terutama mobil lama dan yang terbuat dari karet alam dan karet nitril.
Biodiesel diklaim tidak menyebabkan kerak pada tangki bahan bakar. Biodiesel merupakan senyawa ester yang banyak digunakan sebagai pelarut atau pembersih.
Pemanfaatan biodiesel justru dapat membersihkan kerak dan kotoran yang tertinggal pada mesin, saluran dan tangki bahan bakar karena sifatnya pelarut.
Dalam perjalanannya, biodiesel solar tak ujug-ujug memuat 35 persen minyak kelapa sawit. Berdasarkan keterangan Kementerian ESDM, program mandatori biodiesel ini sudah mulai diimplementasikan pada 2008 dengan kadar campuran minyak kelapa sawit 2,5 persen.
Keberhasilan program mandatori kemudian membuat kadar biodiesel secara bertahap ditingkatkan hingga 7,5 persen selama rentang waktu 2008 sampai 2010. Kemudian, sejak April 2015 persentase biodiesel kembali ditingkatkan dari 10 persen menjadi 15 persen.
Lalu, pada 1 Januari 2016 ditingkatkan kembali menjadi 20 persen dan disebut B20. Berikutnya pada 2020 pemerintah mewajibkan pencampuran 30 persen biodiesel dengan 70 persen solar yang menghasilkan B30.
Ke depan, pemerintah juga berencana menggunakan B100 atau 100 persen biodiesel tanpa campuran bahan bakar solar.
(dmr/fea)