Perselisihan antara relawan pengawal ambulans dan warga viral di dunia maya. Dari rekaman video yang diunggah pada media sosial, pemotor itu diduga menghalangi laju ambulans.
Pada unggahan akun Instagram @fakta.indo disebutkan insiden bermula saat ambulans melaju di Parung, Bogor, Jawa Barat dengan sirene menyala. Namun saat relawan membantu mengosongkan jalan, seorang pengendara sepeda motor matik yang sedang membonceng wanita turut melaju di depan ambulans.
Ambulans kemudian memperingatkan motor untuk minggir lewat pengeras suara. Sementara relawan mencoba menegur pengendara itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak terima, pengendara matik putih tersebut malah menendang patwal. Situasi makin memanas saat pengguna roda dua tersebut menghentikan motornya. Unggahan ini tidak mengurai kapan peristiwa terjadi.
Lantas bagaimana aturan yang berlaku saat patwal sipil mencoba mengawal ambulans. Boleh kah itu dilakukan?
Polda Metro Jaya pernah memperingatkan warga sipil untuk tidak ikut-ikutan mengawal ambulans di jalan. Berdasarkan aturan hanya polisi yang bisa melakukan pengawalan di jalan raya.
Aturan itu terdapat di Undang-Undang 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Selain karena aturan, ada alasan lain mengapa sipil tak boleh mengawal ambulans. Pertama, ketika melakukan pengawalan, sipil pasti menghentikan atau memperlambat kendaraan lain, sedangkan kewenangan itu hanya dimiliki polisi.
Kepolisian juga menegaskan tidak ada pengecualian soal hal tersebut. Ambulans dinilai sebagai kendaraan prioritas yang sudah memiliki sirine sehingga tak perlu pengawalan khusus, apalagi dari kalangan sipil.
Aturan pengawalan ambulans terdapat pada UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135 Ayat 1 yang berbunyi kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal petugas kepolisian dan atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
Pasal 134 mengatur tentang pengguna jalan yang memperoleh hak utama seperti ambulans, pemadam kebakaran, dan iring-iringan pengantar jenazah. Kemudian pada Pasal 135 Ayat 2 dijelaskan polisi melakukan pengamanan jika mengetahui pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Berikutnya pada Pasal 135 Ayat 3 menetapkan alat pemberi isyarat lalu lintas dan rambu tidak berlaku bagi Kendaraan yang memperoleh hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.
Sipil yang melakukan pengawalan ambulans dapat ditilang sesuai Pasal 287 Ayat 4 yang membahas tentang pelanggaran penggunaan hak utama di jalan dengan ancaman denda Rp250 ribu atau hukuman kurungan paling lama satu tahun.
Di sisi lain, ambulans juga harus mendapat prioritas dari pengendara jalan lain.
Dalam UU 22/2009 Pasal 134 mengatur soal daftar tujuh kendaraan prioritas di jalan. Ambulans masuk dalam daftar nomor dua kendaraan prioritas.
1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit
3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
4. Kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia
5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
6. Iring-iringan pengantar jenazah
7. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan polisi.