Hasil riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan sebanyak 80,77 persen masyarakat di internet menolak program subsidi mobil listrik dari pemerintah. Ada sejumlah alasan mereka menolak program ini.
Riset dilakukan melalui pendekatan big data yang diambil pada media sosial Twitter periode 8-12 Mei 2023. Selama periode itu, Indef menjaring 18.921 pembicaraan mengenai subsidi kendaraan listrik dari 15.139 akun Twitter.
"Kita menemukan bahwa 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut," kata Wahyu Tri Utomo, Data Analyst Contiuum Indef dalam sebuah webinar yang disiarkan Youtube, Senin (22/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari 80 persen yang menolak, 32 persen di antaranya menilai program subsidi ini hanya menguntungkan segelintir pihak. Menurut warga subsidi harusnya menyasar hidup orang banyak.
Sementara, dalam hal ini pembeli mobil listrik dianggap tidak membutuhkan subsidi untuk pembelian mobil listrik baru dari pemerintah.
Kemudian, sebanyak 14,3 persen menilai subsidi seharusnya menyasar hajat hidup orang banyak. Selanjutnya, sebanyak 12,3 persen menganggap subsidi hanya menguntungkan pejabat dan pengusaha.
Lalu, sebanyak 2,2 persen warga menilai tanpa subsidi pun pembeli mobil listrik sudah banyak yang mengantre.
Program subsidi ini sempat mendapat sorotan khusus dari bakal calon presiden Anies Baswedan. Menurut Anies subsidi kendaraan listrik bukan solusi untuk mengatasi masalah lingkungan.
"Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi," ujar Anies.
Ia mengatakan pemerintah seharusnya lebih dulu membenahi sektor transportasi umum. Anies mengklaim jejak karbon seseorang saat menggunakan kendaraan pribadi listrik lebih tinggi ketimbang angkutan umum mesin konvensional.
"Kalau kami hitung apalagi ini, contoh ketika sampai pada mobil listrik, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak," kata dia.
"Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak sementara mobil memuat orang sedikit, ditambah lagi pengalaman kami di Jakarta, ketika kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil di jalanan, menambah kemacetan di jalanan," imbuhnya.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla turut melontarkan kritik subsidi mobil listrik. Menurutnya subsidi ini terkesan bodoh jika tak dibarengi dengan pembangkit listrik bersih yang dibangun anak bangsa.
"Mobil listrik itu untuk mengurangi emisi kan? Tapi tiap malam itu harus di-charge, jadi sangat tergantung kepada pembangkit. Kalau pembangkitnya tetap PLTU itu hanya berpindah emisi dari knalpot mobil ke cerobong PLTU," kata JK.