Gaikindo: Ada Teknologi Lain, RI Jangan Tergantung Mobil Listrik
Pemerintah Indonesia telah menargetkan bakal mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 didukung pembenahan sektor otomotif yang belakangan terasa hanya fokus pada kendaraan listrik murni. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengingatkan ada berbagai teknologi alternatif yang potensial dimanfaatkan buat mencapai NZE.
Pemerintah sejak 2019 telah menelurkan berbagai macam cara menciptakan ekosistem kendaraan listrik secara cepat. Salah satunya memberikan subsidi buat mobil listrik yakni diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen sehingga bebannya menjadi hanya 1 persen.
Diskon yang berlaku mulai April itu membuat harga mobil listrik bisa terpangkas hingga puluhan juta. Kemudian pada Mei pemerintah membebaskan kendaraan listrik dari pungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Saat ini juga sedang dibicarakan tentang impor mobil listrik tak lagi dipungut bea masuk dan PPN.
Keistimewaan itu tak didapat teknologi elektrifikasi lain yang sudah ada di dalam negeri seperti Low Cost Green Car (LCGC), mobil hybrid yang terdiri dari berbagai macam jenis dan biofuel. Teknologi ini memang masih menggunakan mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine/ICE) tetapi modernisasinya dianggap juga bisa mendukung NZE walau tak sesempurna kendaraan listrik.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menjelaskan sejak LCGC diluncurkan pada 2013 kini mendapatkan pangsa pasar kurang lebih 20 persen. Pemerintah juga sudah menelurkan regulasi Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang terdiri dari LCGC dan pengembangan ICE termasuk hybrid (HEV), plug-in hybrid (PHEV), fuel cell (FCEV) serta flexy engine.
"Semua itu adalah alternatif yang bisa kita kembangkan di Indonesia," kata Kukuh di diskusi bertajuk Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia yang digelar di kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (8/8).
Menurut Kukuh pemerintah sudah banyak mendorong pengembangan teknologi otomotif untuk NZE. Meski demikian dia memaparkan sudah tersedia teknologi selain kendaraan listrik yang juga bisa diaplikasikan.
"Ini juga menunjukkan betapa kita serius mengadopsi EV untuk menuju net zero emission. Memang dunia sedang ramai, sedang membicarakan EV, namun bahwa menuju net zero emission tidak semata mata hanya mengedepankan EV. EV ada tahapan dan pilihan yang disediakan, mulai dari HEV, PHEV kemudian FCEV, dan alternatif lain," ucap Kukuh.
Penjualan mobil listrik di Indonesia telah naik signifikan sejak 2019 karena didorong kebijakan pemerintah. Pada 2019 tak ada satu pun mobil listrik terjual, lalu pada 2020 laku 125 unit, 687 unit pada 2021, 10.327 unit pada 2022 dan 5.850 unit pada Januari-Juni 2023.
Sedangkan mobil hybrid juga mengalami peningkatan penjualan, bahkan kini lebih besar dari mobil listrik. Pada 2019 cuma 25 unit mobil hybrid terjual kemudian 8 unit pada 2020, 46 unit pada 2021, loncat jadi 10.344 unit dan terbang menjadi 17.280 unit selama Januari-Juni 2023.
Kontribusi mobil listrik dan mobil hybrid pada total penjualan mobil 505 ribu unit pada Januari-Juni 2023 masing-masing sebesar 1,2 persen dan 3,4 persen.
Selain elektrifikasi Kukuh juga menyinggung tentang teknologi lain untuk NZE yaitu penerapan Euro IV sejak 2018 untuk mobil bensin dan biodiesel 35 sejak Februari lalu.
"Ini adalah satu salah satu alternatif Indonesia dan juga jangan lupa di Indonesia kita juga sejak Februari 2023 itu mewajibkan Biosolar 35 persen, ini tertinggi di dunia belum ada negara lain yang menerapkan seperti ini," kata Kukuh.
(fea/fea/mik)