Senior Vice President Research Technology & Innovation Pertamina Oki Muraza menyebut salah satu tantangan dalam adopsi transportasi berbahan bakar hidrogen di Indonesia adalah harga.
"Kalau kita lihat customer behaviour di Indonesia ini harga sangat penting. Kita tidak bisa menjual sesuatu yang harganya lebih tinggi," kata Oki dalam acara Seminar Nasional 100 Tahun Industri Otomotif Indonesia di Universitas Gadjah Mada, Rabu (8/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PR kita di hidrogen ini, bagaimana kita para technologist, akademisi, industrialist berusaha menurunkan harganya tersebut," imbuhnya.
Oki memberi contoh bagaimana harga juga menjadi tantangan adopsi kendaraan listrik saat ini. Masalah tentang harga kendaraan listrik sendiri dikatakan meliputi komponen seperti energi storage dan baterai.
Menurut Oki, ketika harga terjangkau, maka otomatis kemampuan diserap masyarakat akan lebih cepat.
Pada bahan bakar hidrogen, salah satu cara menekan harga adalah dengan akuisisi skill oleh tenaga ahli lokal, sehingga bisa melokalisasi teknologi dan membuat biaya lebih murah.
Pada 2022, periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eniya L. Dewi yang turut hadir dalam seminar ini mengatakan harga hidrogen masih berkisar pada US$6 per kilogram.
"Saat ini harga hidrogen masih berkisar 6 US Dollar per kilonya. Apabila demand-nya sudah tinggi, saya yakin harga hidrogen akan turun hingga 1 US Dollar per kilonya," katanya, dikutip dari laman BRIN.
Eniya menyebut produksi hidrogen kala itu diperoleh dari proses gasifikasi biomassa. Di sisi lain, proses pembuatan lewat fermentasi menghasilkan emisi yang paling rendah. Kedua proses tersebut mempunyai biaya produksi berkisar US$1-US$2 per kilogram.
(lom/fea)