Jakarta, CNN Indonesia -- Rancangan Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah (RUU Pilkada) memasuki babak baru. Mayoritas partai politik koalisi Merah Putih dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada mendukung agar Pilkada dilakukan tak langsung melainkan lewat DPRD. Padahal sebelumnya, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan menginginkan pemilihan langsung oleh Rakyat.
Menurut Partai Gerindra, salah satu anggota koalisi Merah Putih, mekanisme ini didukung karena sesuai dengan semangat antikorupsi. “Pilkada langsung harus diakui rawan korupsi. Kalau lewat DPRD itu relatif lebih mudah diawasi dan dikontrol KPK," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Martin Hutabarat saat dihubungi CNNIndonesia, Jumat (5/9).
Menurutnya, Pilkada langsung lekat dengan manipulasi uang yang mana dalam pengalaman 10 tahun penerapannya pengeluaran seorang calon kepala daerah untuk membiayai pertarungannya bisa mencapai ratusan miliar rupiah untuk tingkat kabupaten dan kota. Konsekuensinya, calon terpilih akan menggenjot balik modal lewat cara culas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesudah kepala daerah terpilih terjadilah kerawanan bermain-main dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Bahkan pengangkatan pejabat daerah pun sering terindikasi menggunakan politik uang," ujar Martin.
Menyitir data dari Kementerian Dalam Negeri, Martin menyebut sudah ada 327 bupati, gubernur, hingga wali kota yang tersangkut korupsi selama delapan tahun pelaksanaan Pilkada langsung ini. Jika dihitung secara kasar maka Pilkada tak langsung, alias lewat DPRD, bisa menghemat anggaran dengan kuantitas besar.
"Menghemat lebih dari 80 persen dari biaya Pemilukada selama 10 tahun ini yang bertriliun-triliun," ujar anggota Komisi Hukum DPR ini.