Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum menyatakan alasan-alasan yang dikemukakan mayoritas fraksi di DPR RI untuk menggelar pemilihan kepala daerah oleh DPRD, berlebihan. Alasan yang sering disebut adalah pilkada langsung rawan penyimpangan oleh penyelenggara pemilu, boros anggaran, dan rawan konflik.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan penyelenggara pemilu yang bermasalah persentasenya lebih kecil dibandingkan yang tidak bermasalah. Pelanggaran justru banyak dilakukan oleh pihak nonprofesional pada tingkat kecamatan, kelurahan, desa, sampai tempat pemungutan suara.
Secara kelembagaan, kata Husni, keputusan-keputusan KPU yang diuji di berbagai pengadilan seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, angkanya sangat kecil yang diminta pengadilan untuk ditindaklanjuti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Mayoritas dari tuduhan ke lembaga dan perorangan yang diajukan, justru dimentahkan oleh pengadilan,” kata Husni dalam audiensi dengan koalisi lembaga swadaya masyarakat pemerhati pemilu di gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/9).
Husni juga mempertanyakan alasan efisiensi anggaran yang dilontarkan partai-partai pendukung pilkada tak langsung di DPR. “Penghematan anggaran untuk kegiatan yang tidak penting, memang penting. Pertanyaannya, apakah lembaga demokrasi penting buat negara kita?” kata dia.
Pria kelahiran Medan itu mengatakan, biaya pemilu yang diambil dari APBN masih terhitu kecil. “Bandingkan besaran biaya pemilu dengan anggaran untuk pemanfaatan lain,” ujar Husni.
Dia juga membantah pendapat pilkada rawan memicu konflik. Menurut Husni, tidak ada konflik yang terjadi atas inisiatif masyarakat. “Konflik mudah dipicu oleh apapun. Tidak hanya karena faktor politik, tapi juga ekonomi,” ujarnya.
Meski demikian, KPU belum bersikap secara resmi soal RUU Pilkada yang sedang dibahas di DPR dan ditargetkan rampung hari ini, Kamis (11/10). Pra komisioner KPU akan lebih dulu menggelar rapat pleno untuk menentukan sikap secara kolektif kolegial.