Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat resmi mendukung pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat. Mereka meminta seluruh anggota Fraksi Demokrat di DPR untuk menghadiri voting RUU Pilkada di rapat paripurna DPR yang bakal digelar Kamis (25/9). Tujuannya tentu untuk kemenangan pilkada langsung oleh rakyat.
Nasib pilkada langsung kini bisa dibilang ada di tangan Demokrat. Partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu menguasai kursi mayoritas di DPR periode 2009-2014 yang masa kerjanya akan habis pekan depan, Selasa (30/9). Total anggota Demokrat di DPR berjumlah 148 orang.
Tambahan suara Demokrat yang signifikan membuat kubu PDIP yang mendukung pilkada langsung berada di atas angin. Semula kekuatan kubu ini hanya 139 orang, terdiri dari anggota Fraksi PDIP, Hanura, dan PKB. Kini dengan Demokrat di kubu mereka, anggota DPR yang mendukung pilkada langsung naik drastis menjadi 287 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, kerugian ada di partai-partai koalisi Merah Putih yang mendukung pilkada tak langsung lewat DPRD. Kekuatan mereka plus Demokrat yang awalnya berjumlah 421 orang, kini berkurang menjadi hanya 237 suara. Bila Demokrat konsisten, kemenangan jelas berada di kubu PDIP dan pemerintah. Pilkada langsung seperti yang selama ini diterapkan di masa pemerintahan SBY, dapat dipertahankan di pemerintahan Jokowi.
Pertanyaannya, apakah Demokrat konsisten? Belum tentu. Internal partai itu nyatanya terbelah, tercermin dari ucapan anggotanya yang berbeda-beda. Politikus Demokrat Ruhut Sitompul misalnya mengatakan dengan bersemangat bahwa Fraksi Demokrat akan kompak mendukung pilkada langsung saat voting terbuka di paripurna DPR. Menurutnya, tak akan ada anggota fraksi yang 'mbalelo' dan membolos pada paripurna krusial itu kecuali sudah dari jauh hari meminta izin partai.
Meski demikian, intonasi berbeda terdengar dari ucapan Wakil Ketua Majelis Tinggi Demokrat Marzuki Alie. Ketua DPR menyatakan Demokrat akan memvoting pilkada langsung di DPR hanya jika sepuluh syarat yang mereka ajukan diakomodasi penuh dalam draf RUU Pilkada.
Kesepuluh syarat itu adalah uji publik atas kompetensi dan integritas calon kepala daerah, efisiensi biaya pilkada, pengaturan kampanye dan pembatasan dana, akuntabilitas penggunaan dana kampanye, larangan politik uang dan mahar untuk partai, larangan fitnah dan kampanye hitam, larangan pelibatan birokrat, larangan pencopotan birokrat pasca pilkada, penyelesaian sengketa pascapilkada, serta larangan kekerasan oleh pendukung calon kepala daerah terhadap keputusan pilkada.
"Kami mendengar suara rakyat, maka jangan sampai kesepuluh masalah itu tak selesai. Kalau syarat itu tak dimasukkan ke RUU Pilkada, maka Demokrat bisa membuat opsi sendiri di paripurna DPR, yaitu abstain," kata Marzuki kepada CNN Indonesia, Minggu (21/9).
Legislator yang tak lolos ke DPR untuk periode lima tahun mendatang itu mengatakan abstain lebih baik daripada mendukung pilkada langsung yang aturan-aturannya tak dibenahi sehingga rawan mengakibatkan konflik horizontal. "Abstain juga sikap yang jelas. Oleh sebab itu Demokrat mengajukan sepuluh syarat perbaikan mekanisme pilkada langsung," ujar Marzuki.
Sementara Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan sepuluh syarat yang diajukan Demokrat itu sesungguhnya telah dibahas oleh Panitia Kerja RUU Pilkada dari jauh hari sebelum Demokrat berubah sikap. "Tanpa diusulkan Demokrat pun, hal tersebut sudah kami bahas dan rumuskan," kata politikus Golkar itu.
PDIP tampaknya sadar dukungan setengah hati Demokrat. DPP dan Fraksi Demokrat belum tentu seia sekata. Maka partai banteng cemas banyak anggota Fraksi Demokrat yang membolos pada voting genting pengesahan RUU Pilkada. Padahal Demokrat bagai bala tentara keselamatan bagi PDIP.
"Kalau anggota Demokrat bolos di paripurna, bagaimana?" kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Eva Kusuma Sundari, Senin (22/9). Menurut dia, tak ada jaminan seluruh anggota Fraksi Demokrat bakal hadir memperjuangkan pilkada langsung.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, PDIP terus membujuk rayu para anggota Fraksi Demokrat untuk hadir di paripurna 25 September. PDIP juga mendekati Partai Persatuan Pembangunan --yang sedang terbelah-- untuk berbalik arah seperti Demokrat: mendukung pilkada langsung.