Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar Hukum Tata Negara Asep Warlan mengemukakan rakyat berhak untuk mengajukan gugatan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski demikian, pengajuan gugatan hanya dapat dilakukan setelah peraturan tersebut diundangkan dan memiliki nomor.
"Rakyat punya
legal standing karena rakyat yang punya hak pilih. Bukan SBY sebagai presiden, partai politik, asosiasi kepala daerah, dan atau caleg yang kalah dalam pemilihan," kata Asep ketika dihubungi CNN Indonesia, Minggu (28/9).
Asep menambahkan, rakyat bisa menggugat lantaran hak konstitusionalnya untuk memilih dirugikan oleh undang-undang tersebut. Ia menuturkan, ada tiga hal yang bisa diajukan sebagai bahan gugatan. "Pertama, soal dihapuskannya hak memilih sebagai esensi. Orang punya hak dasar untuk memilih," tegas Asep.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guru besar Universitas Katholik Parahyangan ini juga menjelaskan, rakyat sipil juga bisa menggugat pasal dalam undang-undang tersebut yang diuji dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945. "Bagaimana tafsir pasal 18 tersebut? Sudah jelas gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokrasi. Apa makna esensialnya?" tutur Asep.
Substansi lainnya, yakni budaya politik. Menurutnya, rakyat berhak untuk pendidikan politik. "Ketika tidak ada Pilkada, maka kurang pendidikan politik. Ini masalah bagaimana membangun budaya politik yang langsung kepada rakyat. Rakyat tidak bisa berpikir dan bertindak," kata Asep.
Lebih jauh, ia menjelaskan, Pilkada langsung tidak melanggar Pancasila sila ke empat, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. "Kalau saya memahami sila ke empat, bukan soal orang, tapi ketatanegaraan harus lewat demokrasi. Sementara kalau kepala daerah, orangnya, dipilih langsung. Pilkada langsung tidak melanggar sila ke empat," ucap lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Pada Jumat (26/9) dini hari, parlemen mengesahkan UU Pilkada yang menetapkan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Praktis, rakyat tidak lagi dapat memilih kepala daerahnya sendiri secara langsung. Penetapan tersebut berdasar hasil voting yang dilakukan oleh seluruh fraksi kecuali Fraksi Demokrat yang memilih
walkout. Sebanyak 256 suara mendukung Pilkada melalui DPRD dan 135 suara mendukung Pilkada langsung.