HARGA BBM

Politikus PDIP Kritisi Rencana Naikkan BBM

CNN Indonesia
Selasa, 04 Nov 2014 16:30 WIB
Ketua DPP PDI Perjuangan Effendi Simbolon menilai ada agenda lain yang dibawa Jusuf Kalla dalam rencana kenaikan harga BBM. "JK lebih bernafsu," kata Effendi.
Politikus PDI Perjuangan, Effendi Simbolon memberikan keterangan pada wartawan sebelum mengikuti rapat paripurna versi Koalisi Indonesia Hebat (KIH), Ruang Bamus, Kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 4 November 2014. Rapat Paripurna versi KIH, memutuskan pembagian pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) ditentukan secara proporsional. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus PDI Perjuangan yang juga anggota DPR RI Effendi Simbolon mengkritisi sikap pemerintah yang hendak menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Anggota DPR RI yang lama berada di komisi VII yang membidangi energi itu mempertanyakan mengapa JK terlihat bernafsu ingin menaikan harga BBM.

“Tanyakan sendiri ke JK, Effendi menanyakan kenapa dia bernafsu naikkan harga BBM,” kata Effendi di DPR RI, Selasa (4/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, sebaiknya Presiden Joko Widodo dan JK sebagai Wakil Presiden bisa memilih kondisi yang tepat untuk mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi, karena dampaknya yang luas. Bahkan hingga saat ini, dirinya belum mendengar alasan rasional dari kenaikan BBM itu.

“Nafsu banget, tidak melihat situasi dan kondisi. Baru seminggu dilantik sudah bikin heboh. Apa dengan menaikan Rp 3.000 rakyat bisa makmur, kalau begitu naikkan saja Rp 10.000,” katanya.

Effendi menilai yang perlu dibenahi dari awal adalah pengelolaan sektor energi termasuk kejelasan peruntukan BBM. Tak hanya itu, tidak adanya kilang minyak tambahan menjadi beban tersendiri bangsa ini sebagai warisan masa lalu, yang membuat ketergantungan atas impor minyak sangat tinggi.

“Masa Petral lebih menguntungkan Singapura? Ketergantungan kita dengan kilang di sana sangat tinggi, dan kita tidak pernah bangun kilang lagi,”  kata Effendi.

Keraguan lain Effendi adalah soal tata kelola energi, terkait formasi menteri yang ada di Kabinet Kerja Jokowi-JK. Hadirnya Sofyan Djalil selaku Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Sudirman Said sebagai Menteri ESDM, dan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN telah menimbulkan keraguan di hati Effendi. “Mereka itu siapa? Saya enggak tahu,” katanya.

Sebetulnya dalam sepekan ini pemerintah telah bergerak untuk mengatasi persoalan migas RI. Pemerintah menggelar sedikitnya dua kali pertemuan dengan perusahaan migas asal Angola yakni Sonangol EP guna membahas rencana kerjasama antar kedua negara di sektor hulu dan hilir migas. (Baca: Mimpi Indonesia Miliki Kilang Baru)
 
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan, adanya kerjasama dengan pemerintah Angola tak lepas dari upaya memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang saat ini telah menyentuh angka 1,6 juta barel per hari (BPH). Dengan hanya memproduksi minyak 778 ribu sampai 811 ribu BPH, artinya Indonesia masih mengalami defisit sekitar 800 ribu BPH.

Untuk bisa menutupi angka defisit, pemerintah juga telah meminta PT Pertamina (Persero) mengadakan kerjasama di bidang hilir migas dengan melakukan kegiatan jual-beli produk minyak secara langsung dengan Sonangol.

Sebelumnya, kegiatan jual-beli minyak dilakukan oleh anak usaha Pertamina yakni Pertamina Energy Trading Limited (Petral) di pasar Singapura. Pemerintah pun diprediksi bisa menghemat anggaran sebesar US$ 2,5 juta per hari atau sekitar Rp 15 triliun per tahun dari adanya pembelian langsung ini.
 
Yang menarik, perusahaan migas pelat merah itu juga bakal mengadakan kerjasama di bidang pembangunan kilang pengolahan dengan Sonangol. Sudah 20 tahun terakhir Indonesia tak memiliki kilang pengolahan baru yang berfungsi sebagai fasilitas produksi minyak jadi.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER