Jakarta, CNN Indonesia -- Dua kubu Partai Golkar menyikapi berbeda larangan Menteri Hukum Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijanto pada Munas IX Golkar di Bali.
Kubu Ical yang diwakili Titiek Soeharto menilai larangan tersebut adalah bentuk intervensi. Sementara kubu Agung Laksono menilainya sebagai bentuk peringatan.
"Menurut saya itu termasuk bentuk intervensi. Itu terlalu buru-buru," kata Titiek Gedung Nusantara III DPR RI, Kamis (27/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, sebagai seorang menteri, tedjo seharusnya mengamankan jalannya Munas Golkar di Bali, bukan melarang Polri mengeluarkan izin.
Titiek menilai, Tedjo seharusnya bijaksana dengan mengamankan jalannya munas dan bukan malah melarang. Pelarangan ini menurut putri Presiden RI ke-2 ini terkesan menghalang-halangi agenda Golkar di Bali.
Pendapat berbeda disampaikan oleh politis Golkar yang lain, Zainuddin Amali. Kader yang pro pada kubu Agung Laksono ini menilai, apa yang disampaikan Tedjo itu hanya sebatas peringatan.
"Beliau memberi peringatan, bukan intervensi," kata Zainuddin di Gedung DPR Ri. Peringatan ini terkait kepentingan pemerintah pada Bali sebagai kawasan wisata.
Jika munas berlansung ricuh, dipastikan pariwisata akan terganggu. Zainuddin mengatakan, potensi terjadinya kerusuhan di Bali sangat besar.
Di Kantor DPP Golkar di Jakarta Barat saja yang pesertanya hanya ratusan terjadi bentrok, apalagi jika digelar di Bali yang pesertanya ribuan.
Karena itu ia berharap munas digelar pada Januari 2015 sesuai dengan amanat Munas VIII di Pekanbaru 2009. Karena itu Zainudin menilai munas di Bali nanti tidak sah.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham mengatakan, imbauan Menkopolhukam bisa diartikan menjadi dua, peringatan atau intervensi. "Jika itu maksudnya mengingatkan agar berhati-hati kami sangat menghargai, tapi jika itu bentuk intervensi maka kami akan melawan," kata Idrus di Hotel Sultan, Rabu (26/11).