Jakarta, CNN Indonesia -- Konflik yang terjadi dalam tubuh Partai Golongan Karya tak hanya mengganggu stabilitas politik partai tersebut tapi juga berimbas pada perwakilan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat. Kubu Agung Laksono bahkan mengatakan nasib Partai Golkar di DPR sama dengan yang sedang dialami Partai Persatuan Pembangunan.
"Karena saat ini statusnya adalah status qou maka ada kemungkinan Fraksi Partai Golkar tidak bisa menyumbang suara di rapat-rapat di DPR. Sama seperti PPP," kata Sekretaris Jenderal Zainuddin Amali di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jakarta, Kamis (18/12).
Dia mengatakan partai lain pasti tidak mau ada partai yang sedang terlibat konflik internal bisa memberikan suara saat voting terjadi. "Kemungkinan suara Golkar tidak dihitung alias nol," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini bisa berdampak cukup besar mengingat agenda terdekat yang akan dibahas di DPR RI adalah perihal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pilkada Langsung. "Kemungkinan itu ada, makanya secara pribadi saya ingin ini cepat selesai. Kalau bisa besok selesai," kata Amali.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar versi Aburizal Bakrie, Nurul Arifin menjelaskan jika jumlah suara Fraksi Golkar di DPR tetap berjumlah normal sebagaimana mestinya, 91 suara, dan menganggap pernyataan Amali tidak berdasar. Pasalnya, mengacu pada keputusan Kementerian Hukum dan HAM, Nurul berkeyakinan fraksi dan DPP berada dalam kepengurusan Ical sesuai dengan hasil Munas VIII di Riau pada 200- lalu.
"Suara Golkar di DPR masih normal, mengacu pada azas legalitas. Mengacu pada Kemenkumham itu ya kepengurusan Aburizal, Munas Riau," jelas Nurul.
Status quo yang melanda FPG di DPR maupun MPR terjadi setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memutuskan tidak mengesahkan salah satu dari dua kepengurusan Partai Golkar yang didaftarkan pada mereka. Menkumham hanya mengakui penyelenggaraan kedua Munas, Munas Bali dan Munas Ancol tapi tidak mengesahkan salah satu dengan alasan kedua kubu harus lebih dulu berdamai.
Menkuham memberikan beberapa opsi mekanisme agar kedua kubu bisa berdamai, yaitu melalui Mahkamah Partai atau pengadilan. Namun kedua kubu berbeda pendapat soal penyelesaian tersebut karena kubu Aburizal Bakrie pesimistis bisa selesai melalui Mahkamah Partai sedangkan kubu Agung Laksono optimistis bisa selesai secara internal.