Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang kasus dugaan pelanggaran etik Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan berakhir dengan mundurnya politikus Golkar itu dari jabatan Ketua DPR. Pengunduran diri itu akhirnya membuat MKD batal memutus sanksi etik terhadap Setya.
Anggota MKD dari Hanura, Sarifuddin Sudding, mengatakan surat pengunduran diri Setya dari Ketua DPR merupakan bagian tak terpisahkan dari keputusan MKD.
"Sebenarnya keputusan MKD sudah mengarah ke pemberhentian (Setya dari ketua DPR) karena pelanggaran etika. Namun dengan surat pengunduran diri, dari sisi kemanusiaan ini ibarat orang sudah jatuh tertimpa tangga," ujar Sudding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Kamis (17/12).
Pada dasarnya, kata Sudding, pengunduran diri Setya sudah sejalan dengan aspirasi publik yang menghendaki legislator itu lengser dari jabatan Ketua DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, pengunduran diri itu dianggap MKD cukup menjadi pertimbangan untuk menghentikan persidangan perkara etik atas Setya.
“Ini sisi kemanusiaan. Dijelaskan bagaimana Setya menyampaikan permintaan maafnya. Saya masih ada hati meski saya keras," ujar Sudding.
Sebelum Setya mundur, Hanura telah mendukung sanksi sedang untuk Setya. Konsekuensi dari sanksi sedang itu ialah pemberhentian Setya dari jabatan Ketua DPR.
Setya Novanto diduga melanggar kode etik dengan meminta saham PT Freeport Indonesia. Dia disebut mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai kompensasi atas niatnya memuluskan perpanjangan kontrak Freeport di Indonesia.
Kasus tersebut mencuat setelah Setya dilaporkan ke MKD oleh Menteri ESDM Sudirman Said yang mendapat laporan langsung dari Maroef Sjamsoeddin. Maroef diam-diam merekam percakapan antara dia, Setya, dan pengusaha Riza Chalid.
(agk)