Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Badan Legislasi Martin Hutabarat menyinggung insiden adu mulut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Penyidik KPK HN Christian, pada Jumat (15/1).
Saat itu, Fahri keberatan dengan adanya Brimob bersenjatakan laras panjang saat penyidik KPK hendak menggeledah salah satu ruang anggota Fraksi PKS dalam dugaan tersangka korupsi anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dia mengaku malu akibat insiden tersebut. Politikus Partai Gerindra ini menilai seharusnya Fahri saat itu menghubungi langsung pimpinan KPK, menyatakan keberatannya dan tidak berdebat dengan penyidik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Telepon (pimpinan KPK), coba tanya kan selesai. Kalau bertengkar dengan penyidik yang bukan levelnya, kan malu juga," ujar Martin Hutabarat saat ditemui di ruang rapat Badan Legislasi DPR RI, Jakarta, Senin (18/1).
Karenanya, dia mengimbau agar adanya pembahasan pembentukan pengaturan mengenai larangan atau persyaratan masuknya senjata api di kompleks parlemen. Menurutnya, hal itu diperlukan untuk mengantisipasi terulangnya insiden yang terjadi di ruang fraksi PKS itu.
"Masuk dalam pembicaraan kalau misalnya senjata masuk. Mungkin ada tempat penyimpanan senjata di sini. Perlu digarisbawahi itu, diprioritaskan agar cepat selesai," katanya.
Hal serupa disampaikan Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo. Dia menilai tidak wajar adanya Brimob bersenjatakan lengkap dengan laras panjang hanya untuk mengawal penggeledahan. Menurutnya, DPR tidak akan melakukan perlawanan yang mengharuskan adanya laras panjang.
Sehingga, dia mengusulkan agar diberlakukannya peningkatan pengamanan kompleks parlemen. Selama ini, pengamanan kompleks parlemen di bawah kendali Polisi Pam Obvit (Pasukan Pengamanan Objek Vital) dan petugas Pengamanan Dalam (Pamdal).
"Jadi bukan Pamdal nanti yang bertangung jawab atas pengamanan di luar. Polisi bertanggung jawab atas pengamanan di luar. Maka insiden di Fraksi PKS tidak perlu terjadi," ujar Firman Subagyo.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD tidak secara langsung mengatur larangan adanya senjata api di kompleks parlemen. Larangan membawa senjata api diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
Pasal 260 Tata Tertib DPR melarang setiap anggota dewan membawa senjata api di dalam atau di luar gedung DPR. Hal tersebut juga tidak dibahas lebih lanjut dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR.
Sementara, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesai Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, mengatur tentang penggunaan senjata api.
Pasal 47 ayat 1 Perkap mengatur senjata api hanya boleh digunakan untuk melindungi nyawa manusia. Di ayat 2, senjata api hanya boleh digunakan dalam keadaan luar biasa, membela diri dari ancaman kematian, membela orang lain dari ancaman kematian, mencegah terjadinya kejahatan berat, mencegah orang yang akan melakukan tindakan membahayakan jiwa dan menangani situasi dimana langkah lunak tidak cukup.
(pit)