Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pesimis dengan penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua. Institusi negara seperti TNI dan Polri disebut berada di balik sejumlah konflik yang terjadi di wilayah timur Indonesia.
"Peristiwa demi peristiwa pelanggaran HAM di Papua dilakukan negara secara sistematis, masif," kata Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, saat diskusi publik "Jokowi, Kenapa (Tak) Urus HAM Papua?" di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/3).
Natalius mengatakan, strategi pertahanan dan keamanan di Papua tidak pernah berubah dari masa ke masa. Menurutnya, konflik akan terus berlanjut meskipun presiden telah silih berganti.
"Penetrasi militer tetap terjadi. Sepanjang pendekatan ini tidak diubah, konflik tetap terjadi," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengambil salah satu contoh tragedi penembakan aparat terhadap masyarakat di Paniai yang terjadi pada akhir 2014. Natalius menduga, TNI dan Polri ketakutan jika kasus tersebut diungkap secara terbuka.
"Kasus paniai itu negara yang melakukan, institusi TNI-Polri. Dilakukan oleh negara dan negara menutupi peristiwa Paniai," kata Natalius. "Komnas HAM seperti tidak ada jalan."
Dia mengatakan, dalam menyelidiki pelanggaran HAM di Papua, kata Natalius, otopsi perlu dilakukan. Kebenaran otopsi baginya berada di atas 80 persen.
"Kebenaran otopsi menunjukkan pelaku yang menbunuh," katanya. Dia meminta hukuman paling berat bagi pelanggar HAM, yaitu hukuman seumur hidup.
Komnas HAM mencatat, dalam satu tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM, penangkapan, penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap setidaknya 700 orang Papua.
"Kami minta pemerintah membuka strategi pengamanan Papua sehingga terlihat mana yang berpotensi pelanggaran HAM," kata Natalius.
(yul)