Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengusulkan agar pengungkapan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu dilakukan oleh tim independen yang berada di luar instansi negara.
"Selama ini kita hanya membuang waktu, akhirnya undang-undangnya juga tidak ada," kata Asvi saat diskusi "Supersemar, dari Soekarno ke Soeharto, Peta Kontestasi dan Arah Rekonsiliasi" di kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (11/3).
Dia tidak sepakat jika penyelesaian kasus pelanggaran HAM ditangani oleh unsur dari kejaksaan agung, kehakiman, TNI, Polri maupun lembaga keamanan lainnya.
Dalam masa transisi, kata Asvi, upaya rekonsiliasi bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu harus didahului dengan pengungkapan kebenaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persoalannya kebenaran apa yang akan diungkap dan siapa yang akan mengungkap," kata Asvi.
Menurutnya, peristiwa yang perlu diungkap tidak hanya menyangkut peristiwa 30 September 1965. Jauh sebelum itu, sejak peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi sejak Indonesia merdeka juga perlu diungkap kebenarannya.
Asvi mengusulkan agar Presiden membentuk sebuah tim independen yang terdiri dari sembilan orang perempuan. Mereka dipilih dari kelompok yang bekecimpung dalam persoalan HAM.
Dia menambahkan, tim itu bekerja berdasarkan laporan yang sudah ada sebelumnya, baik dari Komnas HAM maupun lembaga lain yang telah bekerja sejak era reformasi.
"Mereka dibantu sebuah sekretariat untuk mengimpulkan bahan yang sudah ada dan akan disampaikan kepada presiden. Persoalan yang akan diungkapkan untuk dijadikan dokumen utk dijadikan dasar rekonsiliasi secara nasional," kata Asvi.
Selama ini, kata Asvi, anak muda Nahdlatul Ulama telah melakukan rekonsiliasi dengan eks korban peristiwa 1965. Mereka membentuk sebuah forum silaturahmi anak bangsa.
"Mereka bersepakat untuk mengakhiri konflik dan tidak mewariskan konflik. Harusnya itu bisa diikuti lembaga lain," kata Asvi.
Sementara pakar militer Kusnanto Anggoro mengatakan, rekonsiliasi merupakan upaya penting bagi bangsa Indonesia untuk melangkah ke depan.
"Rekonsiliasi adalah sebuah instrumen untuk Indonesia agar bisa menjadi negara yang besar," katanya pada kesempatan yang sama.
(yul)