Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai fenomena deparpolisasi bukan disebabkan oleh hadirnya calon perseorangan atau calon independen. Dia tidak melihat adanya korelasi pengaruh dari kehadiran calon perseorang dengan terjadinya gejala penurangan peran partai politik.
"Secara fakta, tanpa adanya aturan mengenai calon independen pun deparpoliasi sudah terjadi," kata Yunarto dalam dialog kenegaraan DPD bertema Deparpoliasi dalam Pilkada di Gedung DPD RI, kemarin.
Menurutnya, deparpolisasi terjadi karena partai tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Partai politik berbicara tentang korupsi namun banyak kader yang menjadi koruptor. "Sehingga tingkat kepercayaan rakyat kepada partai politik hilang," ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahar politik juga masih terdengar di antara ucapan para politikus yang menyatakan rekrutmen calon kepala daerah bersih dari permainan uang. "Anggota DPR juga selalu berbicara atas perintah ketua umum bukan menurut rakyat yang diwalikinya di daerah pemilihan," tuturnya.
Yunarto menilai hal itu yang membuat partai politik gagal menumbuhkan kepercayaan rakyat. Deparpoliasi dapat membahayakan demokrasi. "Artinya peran parpol sudah gagal dilakukan. Kata kuncinya kan sudah jelas. Peran parpol gagal," ucapnya.
Sementara itu Anggota Komite I DPD Abdul Aziz Kafia mengatakan, partai dalam konteks Pilkada hanya menjadi alat legitimasi calon yang akan maju. Masalah kompetensi bukan menjadi ukuran partai asal calon yang diusung memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi.
"Makanya ketika Pilkada serentak, partai ramai-ramai mencari calon yang paling penting adalah populer. Popularitasnya tinggi dan tidak ketinggalan dananya juga tinggi," kata Aziz.
Menurut dia, partai politik dalam ajang Pilkada seharusnya mendorong kader-kader terbaik untuk maju. Dia meminta agar ruang bagi calon independen dipermudah.
Polemik calon independen mencuat setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok memilih jalur perseorangan untuk kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2017. Namun, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai langkah yang dilakukan oleh Ahok sebuah deparpoliasi.
Harapan Aziz agar calon dipermudah dalam perhelatan Pilkada bukan karena dirinya mendukung Ahok. Dia hanya ingin anak bangsa yang berkualitas diberikan keleluasaan untuk memimpin di daerahnya. Pemilihan calon kepala daerah bukan hanya domain partai politik.
"Lagian Ahok juga belum tentu mendaftar sebagai calon independen, kan pendaftaran saja belum dibuka," tuturnya.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Iqbal menilai telalu dini mengatakan adanya fenomena deparpolisasi dalam kontestasi Pilkada. Partai politik masih memiliki peranan penting dalam demokrasi.
"Fenomena di DKI bukan kali pertama adanya kepala daerah yang ingin maju menjadi kepala daerah dengan jalur perseorangan," ujar Iqbal.
Menurutnya, Ahok memiliki hak secara konstitusional untuk maju melalui jalur independen. "Kecuali di dalam UU itu dilarang, ini kan dibolehkan. Sama halnya parpol diperbolehkan mengusung calonnya," tuturnya.
Karenanya, Iqbal meminta agar istilah deparpoliasi jangan dijadikan acuan oleh partai politik. "Parpol harusnya intropeksi diri kenapa sampai ada beberapa orang yang sudah menjadi kepala daerah melalui jalur perseorangan," ucapnya.
Sebelumnya, hasil pilkada serentak 2015 lalu, kepala daerah terpilih dari jalur perseorangan jumlahnya masih sangat kecil.
Dari total pelaksanaan di 268 daerah, terkecuali Pematang Siantar, hanya lima pasangan yang terpilih dari jalur perseorangan menduduki jabatan wali kota/wakil wali kota. Sementara untuk kabupaten hanya berkisar delapan pasangan.
Iqbal mengimbau, partai politik menghormati jika ada calon kepala daerah yang ingin maju melalui jalur indepeden. Dia menyadari, saat ini sistem kaderisasi partai politik masih sangat minim.
"Itu pekerjaan rumah bagi kami sebagai parpol," tuturnya.
(bag)