Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri melarang Pemerintah Kota Surabaya mengimplementasikan Kartu Identitas Penduduk Musiman (Kipem) terhadap warga pendatang karena dianggap tak relevan lagi dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemdagri Zudan Arief Fakhrullah menjelaskan, larangan itu menindaklanjuti aduan dari para penduduk Surabaya yang terkena razia karena tak memiliki Kipem.
Para pengadu, disebut Zudan, harus rela Kartu Tanda Penduduk Elektronik-nya disita Pemerintah Kota Surabaya karena tak memiliki Kipem. KTP Elektronik mereka dapat kembali jika pembayaran denda sudah dilakukan melalui Pengadilan Negeri Kota Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan represif ini tidak sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2013 yang humanis. Daerah dilarang membuat kebijakan yang represif, apalagi bertentangan dengan UU Adminduk yang humanistik paradigmanya," kata Zudan dalam keterangan tertulis kepada para wartawan, Kamis (18/8).
Zudan mengungkapkan, Pemkot Surabaya mendasarkan tindakan merazia warga yang tak memiliki Kipem pada Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Administrasi Kependudukan.
Pada pasal 9 perda tersebut dikatakan bahwa tiap pendatang di Surabaya harus memiliki Kipem yang berlaku selama satu tahun dan dapat diperpanjang tanpa dikenakan biaya. Jika Kipem tak dimiliki pendatang, pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp50 juta akan diberikan sesuai Pasal 97 Perda yang sama.
"Kepala Dinas Kota Surabaya sudah mengakui bila Perda tersebut tidak ada rujukan dengan UU Adminduk. Saya sudah minta kepada Kepala Dinas Kota Surabaya agar Kipem dihentikan. Razia dihentikan dan diganti dengan pendataan pendatang," katanya.