Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun 2012, DKI Jakarta sempat dikagetkan dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai Gubernur dan pasangannya, Basuki Tjahja Purnama.
Namun, masa kepemimpinan Jokowi di Jakarta tak berlangsung lama. Selang dua tahun menjabat, Jokowi dipilih oleh masyarakat Indonesia untuk menjadi Presiden RI.
Jabatan Gubernur lantas berpindah pada Ahok. Ia meneruskan program-program untuk mewujudkan Jakarta yang lebih baik. Ahok didampingi oleh Djarot Saiful Hidayat yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar merupakan program yang diteruskan Ahok dari Jokowi. Dua kartu "sakti" tersebut berjalan lancar hingga saat ini meskipun pada praktiknya di lapangan diwarnai bermacam persoalan.
Saat dilantik oleh Jokowi di Istana Negara, Ahok mengucapkan, hal pertama yang akan ia lakukan adalah reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi yang dimaksud Ahok berkaitan dengan menghilangkan senioritas antar pegawai di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selain itu, reformasi birokrasi bertujuan untuk meninggalkan kebiasaan lama para jajaran direksi BUMD ataupun pejabat DKI yang kerap "bermain" proyek dan anggaran.
Sejauh ini, Ahok sudah memulainya dengan menerapkan
e-budgeting. Awalnya, langkah tersebut sempat terhambat karena ditemukannya anggaran siluman dalam RAPBD DKI Jakarta 2015. Untuk menghindari hal tersebut berulang, ia membuat kebijakan untuk menyajikan data secara terbuka kepada publik melalui data.jakarta.go.id.
Dengan langkah tersebut, Ahok sempat mengklaim bahwa Jakarta merupakan provinsi pertama yang memiliki sistem anggaran transparan yang dapat diakses masyarakat di Indonesia.
Reformasi Birokrasi tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan Jakarta sebagai
Smart City.Selain itu, Ahok menjanjikan Jakarta bebas dari banjir. Ia melakukan normalisasi sungai, optimalisasi pompa dan menurunkan alat berat guna menggerus sedimentasi yang sebabkan pendangkalan sungai. Menurut Ahok, upaya tersebut dapat mengurangi banjir yang selalu hadir kala musim hujan melanda Ibukota.
Bekas Bupati Belitung Timur itu berhasil mengubah Waduk Pluit dan Waduk Pantai Indah Kapuk. Kedua waduk tersebut pun dapat menjadi tempat wisata bagi warga Jakarta.
Dalam konsepnya membangun Jakarta sebagai
Smart City, Ahok juga menargetkan 186 pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di 2016 ini. Jakarta sudah membangun 63 RPTRA dengan CSR dan 39 di antaranya sudah diresmikan.
Adapun, sejumlah RPTRA yang telah diresmikan Ahok seperti RPTRA Sungai Bambu Utara, RPTRA Meruya Utara, RPTRA Gandaria Selatan, RPTRA Penggilingan, RPTRA Rusun Pulo Gebang, RPTRA Anggrek di Lebak Bulus dan lainnya.
Masalah kesehatan juga tak luput dari perhatiannya. Sampai saat ini, DKI sudah memiliki 44 RSU Tipe D yang merupakan peningkatan dari puskesmas kecamatan.
Tempat wisata Monas pun tak luput dari perhatian Ahok. Ia melakukan sterilisasi Monas agar tidak ada lagi pedagang kaki lima. Meskipun awalnya sempat mendapat penolakan, namun Ahok berhasil membina PKL melalui Lenggang Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menutup semua akses pintu masuk Monas bagi pedagang kaki lima liar di areal pusat jajanan Lenggang Jakarta.
Meski demikian, masih terdapat janji-janji Ahok yang belum terpenuhi, salah satunya adalah moda transportasi di Jakarta. Ia ingin seluruh bus di bawah naungan PT Transjakarta dapat mengisi seluruh koridor bus. Tak hanya bus Transjakarta yang bersifat reguler, namun juga bus pengumpan atau
feeder yang kini tersedia. Namun, janji Ahok ini belum mencukupi.
Ahok juga memastikan pembangunan ringan atau
Light Rail Transit (LRT) rute Jakarta dimulai pada 2016. Pembangunan yang ditandai dengan peletakan batu pertama (
groundbreaking) itu belum selesai hingga saat ini.
Ia pun pernah menjanjikan akan menghilangkan macet Jakarta. Untuk itu, Ahok menghapus sistem
three in one dan menjalankan sistem ganjil genap. Namun, kemacetan masih mewarnai Jakarta hingga saat kini.
Masa kepemimpinan Ahok juga tak lepas dari penggusuran. Bahkan, Lembaga Bantuan Hukum mencatat sepanjang 2015 ada 113 kasus penggusuran paksa oleh Ahok. Penggusuran itu merugikan 8.315 kepala keluarga dan 600 unit usaha. Bahkan 84 persen penggusuran dilakukan sepihak.
Sepuluh penggusuran yang dilakukan oleh Ahok adalah kawasan Pasar Ikan di Jakarta Utara, Kalijodo di Jakarta Barat, Kampung Pulo di Jakarta Timur, Bidaracina di Jakarta Timur, Bukit Duri Jakarta Selatan, Pinangsia Jakarta Barat, Kemayoran Jakarta Pusat, Waduk Pluit Jakarta Utara, Menteng Dalam Jakarta Selatan, dan Kali Krukut Jakarta Pusat. Alibi penggusuran itu karena menduduki tanah negara dan sebagai upaya normalisasi Sungai Ciliwung.
Penggusuran yang dilakukan Ahok dilengkapi dengan pembangunan rumah susun. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaku mempersiapkan 15 ribu unit rumah susun untuk warga yang terkena relokasi atas rencana penertiban bangunan pada tahun ini.
Sejumlah rusun yang telah dibangun adalah Rusun Marunda, Rusun Rawa Bebek, Rusun Pulogebang, Rusun Kapuk Muara, dan Rusun Daan Mogot.
Di samping sistem penggusuran yang menuai kecaman dari aktivis dan masyarakat, Ahok juga menuai kontroversi dengan rencananya lakukan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta. Sejumlah pihak menilai reklamasi justru menyengsarakan masyarakat yang tinggal di pesisir utara Jakarta dan merusak lingkungan.
Reklamasi yang direncanakan Ahok dipercaya karena sudah adanya perjanjian dengan para pengembang. Meski demikian, Pulau G yang masuk dalam daftar reklamasi menuai tindakan dari nelayan. Gugatan nelayan terhadap reklamasi Pulau G dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hingga saat ini, reklamasi masih ingin dilakukan oleh Ahok.
(obs)