Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berencana menyederhanakan mekanisme pemberian sanksi bagi organisasi masyarakat (ormas) yang melanggar peraturan dalam revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
"Tahapan penerapan sanksi (di UU Ormas sekarang) terlalu panjang sehingga akan diatur supaya lebih singkat dan rigid," ujar Direktur Organisasi Kemasyarakatan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) La Ode Ahmad, Jumat (9/12).
Dalam Pasal 61 dan 62 UU Ormas disebutkan bahwa sanksi administratif dapat diberikan pada organisasi yang melanggar hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi administratif terdiri atas peringatan tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah, penghentian sementara kegiatan dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar, dan pencabutan status badan hukum.
Ahmad mencontohkan, untuk menerima sanksi penghentian bantuan atau hibah, ormas harus melalui tiga tahap peringatan tertulis terlebih dahulu. Masing-masing tahap peringatan tertulis harus dipatuhi ormas dalam waktu maksimal 30 hari.
Selain menyederhanakan mekanisme pemberian sanksi, kata Ade, pemerintah juga berusaha agar seluruh ormas terdaftar di Kemdagri dan Kementerian Hukum dan HAM. Saat ini, menurutnya, ormas dapat dengan mudah dibentuk oleh masyarakat tanpa perlu mendaftar di kedua kementerian tersebut.
Menurut La Ode, terdaftarnya ormas di Kemdagri dan Kemkumham dapat mempermudah pengawasan pemerintah. Pembinaan organisasi juga, lanjutnya, dipercaya dapat dilakukan lebih efektif jika pendaftaran ormas diwajibkan.
"Memang semua punya kebebasan berserikat, berkumpul, tapi kalau tidak terdaftar bagaimana? Kami akan coba atur supaya setiap masyarakat yang membentuk ormas mendaftar sebab prosedurnya mudah," katanya.
Untuk mempercepat proses penyusunan draf revisi UU Ormas, beberapa kementerian disebut akan bertemu untuk membahas hal tersebut pekan depan. La Ode berkata, pemetaan masalah akan dilakukan dalam pertemuan pekan depan.
Jika revisi UU Ormas berhasil, La Ode menjamin tak ada sikap represif pemerintah terhadap organisasi yang sudah ada. Perlindungan terhadap warga yang tidak berorganisasi juga tetap dimaksimalkan.
Revisi UU Ormas rencananya akan diajukan setelah pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu, Partai Politik, dan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) rampung digodok DPR RI. Menurut Mendagri Tjahjo Kumolo, revisi UU Ormas harus dilakukan karena banyak kelemahan dalam produk hukum saat ini.
"Karena sekarang ini begitu mudahnya membuat ormas, apalagi izinnya bisa cukup
online. Semua ormas mengaku asasnya Pancasila tapi dalam praktiknya ucapannya tidak," kata Tjahjo di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (1/12).
(rel)