Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo optimistis persoalan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang tengah dalam proses di Dewan Perwakilan Rakyat nantinya bakal mencapai mufakat.
Tjahjo menyatakan pemerintah mengakomodasi aspirasi masyarakat melalui revisi UU Pemilu. Pemerintah juga mengakomodasi aspirasi dari partai politik yang tentu sangat dinamis.
Menurut Tjahjo setiap partai pasti memiliki strategi yang menyangkut kepentingan partai tersebut. Pemerintah akan menampung perbedaan aspirasi partai dan akan membahas bersama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya yakin ada kata mufakat," kata Tjahjo saat ditemui di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis (19/1).
Tjahjo menuturkan pemerintah mengutamakan kualitas pemilihan umum dari RUU Pemilu.
"Yang penting ada peningkatan kualitas dari UU yang lama. Revisi ini kan menyempurnakan dari yang belum sempurna, meningkatkan kualitas Pileg dan Pilpres," kata Tjahjo.
Hari ini DPR telah menyerahkan daftar inventaris masalah ke pemerintah yang akan digunakan sebagai acuan revisi UU Pemilu.
Sementara itu, pasal mengenai ambang batas presiden dan ambang batas parlemen merupakan pasal yang paling mendapat perhatian dari partai politik. Dua ambang batas tersebut merupakan syarat bagi setiap partai untuk mencalonkan presiden dan anggota DPR.
Dalam draft RUU Pemilu yang diusulkan pemerintah, ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen dari suara sah saat Pemilu. Partai yang mendapat suara kurang dari angka tersebut tidak akan mendapatkan kursi DPR. Sedangkan ambang batas presiden 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah saat Pemilu.
Ada partai yang menginginkan angka ambang batas parlemen lebih tinggi dari pada yang tertera di draft. Dengan begitu maka fraksi di DPR bisa lebih sedikit. Namun ada juga partai yang ingin menghilangkan ambang batas parlemen.
"Kompromi sajalah, kalo UU lama kan 3,5 persen. Masa harus bertahan, kalau saya lho ya," kata Tjahjo.
Tjahjo mengatakan setidaknya ada peningkatan ambang batas parlemen walau hanya setengah persen saja. Ia berharap UU ini bisa digunakan jangka panjang, jangan direvisi setiap tahun.
Selain itu, pembahasan mengenai sistem pemilu juga menjadi hal yang diperhatikan oleh partai politik. Dalam draft RUU Pemilu mengusulkan sistem pemilu terbuka terbatas. Namun ada sejumlah partai yang mengusulkan sistem pemilu tertutup proporsional.
"Pemerintah daftar inventaris masalahnya gak kaku, bukan apapun kami harus menyiapkan bahan. (misal) Nasi rames kami siapkan bahan alternatif rendang, kalau seluruh teman-teman fraksi yang rendang diubah jadi telor kan gak ada masalah. Yang penting kualitas pemilu kedepan ini," kata Tjahjo.
Masalah OrmasTjahjo menyatakan Presiden Joko Widodo melalui Kemdagri dan Kemkumham baru Desember lalu mengerbitkan peraturan pemerintah penjabaran dari Undang-Undang organisasi kemasyarakatan.
“UU Ormas dibuat oleh pemerintah terdahulu. Tujuan PP ini untuk lebih selektif tidak langsung menerima pendaftaran dari masyataat tapi lebih selektif. Soal nantinya DPR setelah revisi UU Pemilu selesai terus mau disempurnakan kami terbuka,” tutur Tjahjo.
Tjahjo mengatakan saat ini ormas yang tidak terdaftar melebihi jumlahnya dari yang terdaftar. Hal ini terkait UU memberikan kebebasan masyarakat untuk berserikat.
Selama ini, lanjut dia, banyak tindakan oknum-oknum ormas yang mengganggu ketertiban.
“Kami memonitor mana ormas yang saat mendaftar asasnya Pancasila tapi tahu-tahu setelah jadi ormas anti-Pancasila, tahapannya panjang,” kata Tjahjo.
Tjahjo menjelaskan ormas yang menyalahi aturan diberikan peringatan pertama, kedua, dan ketiga. “Kalau melanggar hukum melalui pengadilan. Ini loh prosesnya. Kalau memang mau disederhanakan ya harus direvisi UU-nya tapi waktunya kita lihat. PP-nya baru sebulan,” ujarnya.