Jakarta, CNN Indonesia --
"Ya kami bela kalian juga para wartawan, gaji kalian juga kecil kan. Saya tahu karena kelihatan dari muka kalian. Muka kalian itu enggak bisa belanja di mal, betulkan? Jujur?”Pernyataan tersebut diucapkan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto di hadapan para wartawan usai mengikuti acara peringatan kemerdekaan Indonesia di Universitas Bung Karno, Jakarta, Kamis lalu (17/8). Setelah itu, dia pun tertawa. Sebagian wartawan yang ada di hadapannya ada pula yang menanggapi dengan guyonan, sebagian lain tertawa kecut.
Prabowo memang tidak menggunakan nada tinggi layaknya orang yang sedang marah ataupun pernyataan bernada serius. Meski begitu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Ahmad Nurhasim, menganggap pernyataan Prabowo tersebut sudah cukup mengiris telinga para wartawan dan perusahaan media massa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nurhasim, wajar andai ada wartawan yang merasa tersinggung dengan kalimat yang diutarakan Prabowo. Nurhasim sendiri mengaku tidak terlalu memusingkan dengan hal tersebut. Dia menganggap Prabowo hanya sedang meledek, tanpa ada maksud merendahkan.
“Nadanya memang meledek. Dia mungkin merasa lebih sejahtera dibanding wartawan. Dia punya kuda, punya perusahaan,” ujar Nurhasim kepada
CNNIndonesia.com via telepon pada Minggu (20/8) malam.
Nurhasim sendiri tidak menutup mata bahwa gaji para pencari berita di Indonesia cenderung kecil, jauh dari kata ideal. AJI Jakarta, kata Nurhasim, kerap melakukan survei terkait perkembangan gaji wartawan di Ibu Kota Republik Indonesia ini. Rata-rata, kata Nurhasim, ada di kisaran Rp3-4 juta per bulan.
Jumlah tersebut sebagian besar diterima mereka yang baru bekerja selama setahun atau kurang dari setahun. Berdasarkan survei AJI Jakarta pada 2016 silam, seorang wartawan di Jakarta setidaknya harus diupah Rp7,6 juta.
“Kami survei harga makanan, kaus kaki, untuk wartawan menabung, tempat tinggal yang layak dan sebagainya. Jadi, angka itu enggak jatuh dari langit,” kata Nurhasim.
 Prabowo Subianto menyindir gaji wartawan saat mengikuti upacara detik-detik proklamasi di Universitas Bung Karno, Jakarta. (Detikcom/Rengga Sencaya) |
Meledek Perusahaan Media MassaDi satu sisi, pernyataan Prabowo meledek para wartawan yang mendapat gaji kurang ideal. Di sisi yang lain, kata Nurhasim, pernyataan Prabowo pun bisa bermakna kritik pedas terhadap perusahaan media massa.
Nurhasim menilai, selama ini pemilik media memang banyak yang tidak memerhatikan kesejahteraan wartawannya. Padahal, pola kerja wartawan bisa dinilai cukup berat karena menuntut profesionalitas yang tinggi demi terciptanya berita yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.
Apalagi terkadang para wartawan bekerja melebihi jam kerja yang ditentukan tanpa dihitung lembur dan harus melintasi jarak yang tak dekat dalam peliputan dari satu titik ke titik lain.
“Sampai saat belum ada media yang memberikan gaji sebesar itu untuk wartawan pemula,” ujarnya.
Sikap perusahaan media massa yang demikian, menurut Nurhasim, menjadi pendorong memudarnya profesionalitas wartawan. Dia mengatakan wartawan akhirnya lebih memilih menerima amplop dari pada menghormati kode etik yang tegas melarang wartawan untuk menerima uang dari narasumber.
Dampak buruk fenomena tersebut dinilai bakal mempengaruhi kualitas berita yang dibuat. Wartawan pun menyajikan berita tak independen karena amplop dari narasumber tersebut.
“Yang rugi sebenarnya publik karena tidak mendapat berita yang kredibel dan independen,” tutur Nurhasim.
 Sebagai elite politik dan tokoh bangsa Indonesia, Prabowo Subianto kerap dihampiri wartawan untuk dimintakan pandangan atau pemikirannya tentang kondisi terkini. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama) |
Di samping menjelaskan mengenai fenomena dunia jurnalistik dari pernyataan Prabowo, Nurhasim juga meminta agar Ketua Umum Partai Gerindra itu juga tidak hanya meledek.
Selama ini, kata Nurhasim, Partai Gerindra tidak pernah bersuara saat ada masalah yang menimpa kalangan jurnalis. Nurhasim memberi contoh, saat ratusan karyawan MNC Grup dipecat secara sepihak, tidak ada politisi Gerindra di DPR yang turut membantu menyelesaikan masalah.
“Enggak ada politikus Gerindra membela para wartawan yang di-PHK secara sepihak,” kata Nurhasim.
Sejauh ini, dalam catatan Nurhasim, hanya politikus PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning yang mendesak Kementerian Ketenagakerjaan lekas menyelesaikan masalah pemecatan karyawan MNC Grup.
 Sejumlah karyawan Koran Seputar Indonesia (Sindo) Biro Jawa Timur yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) berunjuk rasa di Monumen Bambu Runcing, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (2/8). Mereka menuntut hak pesangon. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono) |
Saat ada perusahaan media massa yang memberangus serikat pekerja, lanjut Nurhasim, Gerindra pun seolah tutup kuping. Tidak ada upaya untuk menentang sikap perusahaan media massa yang bersangkutan.
“Partai Gerindra enggak bicara apa-apa,” kata Nurhasim.
Nurhasim mengimbau andai Prabowo memang telah tahu perihal kecilnya gaji wartawan, maka alangkah baiknya mantan Calon Presiden dalam Pemilu 2014 itu turut berjuang dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan para kuli tinta.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan, ujar Nurhasim, adalah lewat kendaraan politik di parlemen. Prabowo, melalui Gerindra, bisa mendorong tahap legislasi yang akhirnya membuat standar gaji khusus wartawan. Prinsipnya, kata Nurhasim, kerja wartawan memiliki perbedaan dengan profesi yang lain.
Menurut Nurhasim, tidak semua profesi dibatasi peraturan khusus layaknya wartawan, yang pola kerjanya diatur dalam Undang-Undang Pers serta Kode Etik Jurnalistik.
“Bikinlah legislasi yang mendorong wartawan agar sejahtera. Kayak apa legislasinya ya itu diskusi berikutnya. Iktikad dulu,” kata Nurhasim.
Secara terpisah, pada akhir pekan lalu, pengamat Politik dari UGM Yogyakarta Mada Sukmajati menilai 'guyon' Prabowo meski dalam kalimat canda, tak tepat kurang tepat diucapkan seorang elite politik.
"Media masaa itu pilar keempat demokrasi, terutama elite harusnya
respect dengan media massa. Tidak sewajarnya Pak Prabowo katakan seperti itu, tidak bagus bagi komunikasi politik. Media dan wartawan itu jembatan elite politik ke masyarakat," kata Mada Sabtu (20/8).
Mada menjelaskan cara Prabowo membela wartawan tidak elegan. Jika memang membela wartawan agar mendapat gaji yang tidak kecil, seharusnya Prabowo melakukan langkah kongkret. Setidaknya melalui partai yang ia pimpin.
Mada membandingkan perkataan Prabowo dengan peribahasa Jawa lantaran Prabowo berdarah Jawa. Ada peribahasa jawa yang memakai istilah idu geni yang berarti ludah api.
"Raja di Jawa dulu sabdanya bisa jadi kebijakan, elite politik sebenarnya enggak jauh berbeda dari itu. Seharusnya ada tindak lanjut dari Pak Prabowo. Elite hati-hati kalau berkata di media massa, apa lagi sekelas Pak Prabowo," kata Mada.