Teknologi di Balik Aksi Penjaga Galaksi

CNN Indonesia
Selasa, 26 Agu 2014 14:42 WIB
Aksi bintang Hollywood Chris Pratt dan Zoe Saldana dalam Guardians of the Galaxy, tak luput dari peran perangkat canggih dengan teknologi yang tidak biasa.
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi dari bintang Hollywood Chris Pratt dan Zoe Saldana baru-baru ini dapat dinikmati di dalam film box office Guardians of the Galaxy.

Selain menggunakan efek visual CGI yang mumpuni dari 13 perusahaan besar, aspek menarik lainnya yaitu bagaimana mengkemas generasi ke-10 dari serangkaian Marvel Studios ini menjadi format 3D.

“Jika kalian nonton film ini dalam format 2D, masih tetap seru. Tapi 3D memiliki sentuhan ekstra,” tulis sang sutradara, James Gunn.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Efek 3D pads film Guardian of the Galaxy diklaim tidak biasa, karena proses pembuatannya menggunakan teknologi yang cukup apik.

“Konversi 3D dulunya diremehkan, tapi teknologi zaman sekarang canggih, kita bisa mengatur efek 3D sendiri tanpa mengurangi kualitasnya,” tambah Gunn melalui Facebook.

Gunn yang sebelumnya menyutradarai Slither di tahun 2000, percaya bahwa film dengan pascakonversi 3D akan tetap menghasilkan efek yang bagus. Ia juga mengungkapkan, selama proses pembuatan film ini timnya tidak menggunakan kamera 3D.

“Bagi yang menonton di IMAX 3D, kami telah mengubah rasionya agar efeknya lebih menyeluruh,” ungkap Gunn.

Pascakonversi 3D dan 3D murni

Proses mengkonversi film yang format asalnya 2D menjadi 3D atau yang biasa disebut pascakonversi 3D, dianggap mendongkrak reputasi produk terdahulu, karena tak sedikit sineas yang mengalami kesulitan selama proses ini. Meski demikian, pascakonversi 3D dari Guardians of the Galaxy membuahkan hasil yang sama hebatnya dengan 3D murni.

“Wajah 3D mengalami perubahan. Keduanya, baik konversi 3D ataupun native 3D sama-sama menjadi alat yang layak di dalam industri film,” ujar Tim Bennison, Chief Operating Officer di Gener8, perusahaan konversi 3D.

Dilansir dari Techradar dan dikutip CNN Indonesia, Selasa (26/8), Bennison mengungkapkan, sudah banyak film menggunakan metode pascakonversi 3D dan berhasil 'mengelabui' sineas lain bahwa teknik yang mereka pakai bukanlah native 3D. Contohnya, Gravity.

Namun ada pendapat lain tentang tren hibrid ini.

“Hollywood sedang membunuh 3D,” seru sutradara film Amelie, Jean-Pierre Jeunet saat menghadiri 3D Creative Summit di London. Jeunet meyakini film berformat 3D harus tetap menggunakan kamera 3D murni untuk pengambilan gambarnya.

Hal yang serupa juga datang dari pendapat James Cameron, sutradara Avatar, film 3D fenomenal. Ia menuturkan bahwa pascakonversi 3D seharusnya dilakukan hanya untuk memperbarui film-film klasik.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER