Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar keamanan siber menilai serangan ke sebuah perusahaan itu bisa terjadi dari internal maupun eksternal. Perusahaan harus mempunyai perlindungan terhadap kedua macam serangan tersebut.
Pakar keamanan siber asal Indonesia, Yudhi Kukuh, mengatakan umumnya sebuah perusahaan lebih memfokuskan masalah keamanan data perlindungan dari luar dengan cara memasang
Firewall.
Padahal, menurut pakar dari sebuah perusahaan antivirus ini, perusahaan besar mestinya sudah memiliki sistem bernama Intrusion Prevention System (IPS). IPS itu akan memblokir upaya-upaya penyedotan data. Sistem ini, kata dia, lebih hebat ketimbang
firewall karena bekerja secara aktif menutup celah keamanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“
Firewall itu bisa diset untuk memblokir, tapi tidak bisa membaca gejala-gejala,” kata Yudhi, kepada CNN Indonesia, Selasa (9/12). “Tapi kalau Intrusion Prevention System bisa, karena merupakan gabungan dari Intrusion Detection System (IDS) dan
Firewall.”
Untuk kasus Sony, yang diretas beberapa waktu lalu, Yudhi mengatakan disinyalir kemungkinan ditanamkan program jahat alias
malware di sana, setelah perentasan awal. Dengan adanya
malware, penyedotan data bisa dilakukan dari jarak jauh (BOTnet). Kemungkinan lain adalah kebocoran data yang disengaja melalui internal perusahaan.
Menurut data Forrester Research, 36 persen pembobolan internal berasal dari penyalahgunaan data oleh karyawan internal. Adapun 25 persen pembobolan data melalui internal karena disengaja.
Untuk mencegah terjadinya hal-hal semacam itu, selain perlindungan terhadap ancaman eksternal maka sudah merupakan kewajiban bahwa perlindungan secara internal mutlak diperlukan.
Yudhi menyarankan perusahaan untuk melakukan
patching sistem operasi,
patching applikasi, serta memasang
software antimalware dan Data Leak Prevention (DLP).
Teknologi itu bisa memproteksi data internal dalam dua tahap.
Antimalware akan melindungi seluruh komputer berikut server bila ada
malware yang bersarang di setiap perangkat.
Sedangkan DLP, “Kalau misalnya ada yang ingin meng-
copy, langsung ketahuan dan bisa dicegah. Biasanya proteksi seperti ini cukup dilakukan oleh dua vendor keamanan sesuai bidangnya, saat implementasi pastikan
engineer ini memiliki sertifikasi vendor tersebut,” katanya.
Selain itu,
file-file bahkan
folder dan
disk juga harus dienkripsi. Sehingga tak mudah bagi peretas untuk membacanya. Setidaknya harus berusaha untuk membuka ‘pengunci’
file itu. Bahkan bila sebuah laptop yang sudah dienkripsi dicuri tidak mudah untuk membaca data yang ada di dalam.
“Tidak ada
security yang 100 persen, tapi setidaknya kita meminimalisasi dan tahu alur
file, kemana di-
copy, kapan di-
print,” tuturnya. “Semua bisa dicegah, kalau memang kebijakannya mengharuskan.”