Jakarta, CNN Indonesia -- Tim pencari dan penyelamat pesawat AirAsia QZ8501 melibatkan dua kapal laut Baruna Jaya dalam melacak keberadaan pesawat itu yang hilang kontak pada Minggu (28/12) pagi. Kapal ini terbilang istimewa, karena sejatinya ia adalah kapal untuk kegiatan riset yang dibekali perangkat berteknologi canggih sinyal sonar.
Dua kapal yang dikerahkan adalah Baruna Jaya IV milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Baruna Jaya VIII milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam, Ridwan Djamaluddin mengatakan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengerahkan Baruna Jaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapal milik BPPT ini dibuat oleh PT PAL Indonesia ini dibekali alat sensor sonar yang dapat mendeteksi bentuk atau objek di permukaan laut sedalam 2.500 meter. BPPT juga akan membawa alat sensor sonar portabel yang mendeteksi di kedalaman 250 meter.
Sinyal sonar disebut Ridwan dapat dikirim dengan mengandalkan gelombang suara bawah air. Sinyal pantulan sonar akan diterima kembali oleh pusat kontrol di kapal untuk mengukur jarak, lalu mengkonversi menjadi objek visual.
"Kami bisa menerima gambar bentuk suatu objek yang ada di bawah laut," jelas Ridwan. Kapal ini juga dapat mendeteksi material logam yang ada di dasar laut.
Baruna Jaya sejatinya adalah kapal untuk kegiatan riset batimetri atau memetakan permukaan laut. Ia juga biasa dimanfaatkan untuk melacak harta karun.
Menurut catatan, Baruna Jaya terlibat dalam pencarian pesawat Boeing 737 Adam Air penerbangan 574 di Sulawesi Tenggara pada 2007, pencarian kapal feri Bahuga Jaya di Selat Sunda pada tahun 2012, dan pencarian KM Gurita di Sabang pada 1996.
Baruna Jaya VIII belum tentu berlayarSementara kapal Baruna Jaya VIII milik LIPI, dirancang untuk mendeteksi permukaan atau objek di kedalaman dangkal. Kapal ini hanya mampu mendeteksi kedalaman 500 meter.
Kepala LIPI Iskandar Zulkarnaen mengatakan, dua kapal Baruna Jaya yang dikerahkan untuk mencari AirAsia QZ8501 ini dibekali teknologi
multi-beam untuk penyebaran sinyal sonar.
Artinya, sinyal sonar yang dikirim dapat menjangkau permukaan atau objek di sekitar jalur kapal. "Ini berbeda dengan single-beam yang sinyal sonarnya hanya dapat menjangkau garis rute yang dilewati kapal, sehingga objek atau permukaan di sekitarnya tidak terdeteksi," jelas Iskandar saat dihubungi
CNN Indonesia, Senin (29/12).
Ia menambahkan, kapal Baruna Jaya VIII ini belum tentu berlayar karena terganjal masalah biaya. Sehari beroperasi, Baruna Jaya VIII membutuhkan dana Rp 130 juta untuk membeli bahan bakar minyak non subsidi dan keperluan logistik.
"Kami hanya melakukan pelayaran untuk kegiatan riset karena kami beroperasi dari APBN. Kapal ini bisa berlayar dan kami siap bantu jika ada yang mendanai," tutur Iskandar.
Saat ini, kapal Baruna Jaya VIII masih bersandar di pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara.
Pencarian di laut menjadi hal penting dalam menemukan AirAsia QZ8501. Kepala Badan SAR Nasional FHB Soelistyo, mengatakan ada dugaan bahwa AirAsia QZ8501 berada di dasar laut. "Karena koordinat yang diberikan ada di laut, dugaan awal pesawat ada di dasar laut," ujarnya.
Sebagai catatan, koordinat tempat terakhir pesawat terlihat dalam radar Air Traffic Controller adalah 03.36.31 Lintang Selatan dan 109.41.46 Bujur Timur. Koordinat tersebut menunjukkan lokasi berada di sekitar Tanjung Pandan dan Pontianak atau di sekitar Selat Karimata antara Sumatera dan Kalimantan yang menghubungkan Laut Jawa dengan Laut China Selatan.