Menunggu Angin Segar dari Revisi Pasal Karet UU ITE

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Selasa, 10 Feb 2015 10:57 WIB
Pemerintah membuka peluang merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, terutama pasal 'karet'. 'Angin segar' dari Menkominfo baru?
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR. (CNN Indonesia/Antara Photo/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Disahkan sekitar bulan April 2008, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) seperti membawa petaka bagi pengguna Internet.

Maksud baik dari UU ITE ini justru seolah membungkam kemerdekaan berpendapat di media internet, khususnya pasal 27 yang mengatur soal penghinaan dan atau pencemaran nama baik di dunia maya.

Dari pasal yang disebut sejumlah kalangan sebagai 'pasal karet' ini, ada sejumlah kasus yang dijerat menggunakan pasal 27 UU ITE tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Southeast Asia Fredom of Expression Network (SafeNet) dan Elsam, tercatat dari tahun 2008 hingga 2014 terdeteksi ada 69 kasus yang menggunakan pasal tersebut.

Damar Juniarto, Koordinator Safenet, mengatakan bahwa di UU ITE tidak ada batasan mana ranah pribadi dan mana tempat publik.

"Kalau orang mengirimkan SMS itu sifatnya pribadi. Kalau mailing list atau media sosial baru sifatnya publik. Nah, di UU ITE tidak ada batasan tersebut," kata Damar, saat berbincang dengan CNN Indonesia, beberapa waktu lalu.

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik,” demikian bunyi pasal tersebut.

Damar mengkritisi beberapa hal khususnya ada banyak multitafsir dalam UU ITE, termasuk pada pasal 27 ayat 3, tentang kata “mendistribusi atau mentransmisikan” informasi elektronik.

Pasal 'karet' tersebut makin hari makin banyak menjerat kasus yang dianggap multitafsir. Malahan jumlah kasus terkait UU ITE ini mencapai 39 kasus pada tahun 2014.

Angin segar pun datang di pemerintahan Presiden Joko Widodo, melalui Menteri Komunikasi dan Informatika yang baru, Rudiantara. Pada program 100 hari kerjanya dia membuka opsi untuk merevisi pasal 27 UU ITE.

Rudiantara mengatakan, sejatinya UU ITE dibuat untuk memastikan bahwa transaksi keuangan secara elektronik bersifat sah. Namun, ia mendapat aduan bahwa ada pasal yang digunakan untuk menjerat seseorang yang bersifat kritis di media internet.

“Revisi khususnya pasal 27 UU ITE, itu baru opsi bagi saya, karena kan nantinya masih masuk dulu ke DPR," ujar Rudiantara beberapa waktu lalu.

Rudiantara juga mengkritisi isi UU ITE yang memungkinkan aparat penegak hukum melakukan penangkapan terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilaporkan.

Gayung bersambut, setelah hampir 7 tahun disahkan dan menimbulkan polemik, revisi UU ITE pun masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2015.

Dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) inilah diharapkan revisi UU ITE bakal terjadi. Sehingga, kasus seperti Prita Mulyasari atau yang terbaru, kasus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Gowa yang menghina Bupati, bisa disikapi dengan arif. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER