Jakarta, CNN Indonesia -- Suku pemburu dan pengumpul makanan, Chinchorro, berkelana di gurun pasir Atacama, Chili, pada 7.000 tahun yang lalu. Tapi mereka hidup di tanah kematian. Menurut Sciencemag, faktor alam ini yang kemudian menginspirasi masyarakat Chinchorro untuk melakukan mumifikasi.
Ada ribuan penguburan dangkal yang terjadi di gurun pasir yang pernah disinggahi Chinchorro. Mayat-mayat mereka tak hancur melainkan kering dibungkus kulit. Keadaan ini menginspirasi suku Chinchorro untuk mulai mengawetkan masyarakat mereka yang meninggal dunia, praktek yang mereka lakukan 3.000 tahun sebelum orang Mesir melakukannya.
Tapi bagaimana cara orang Chinchorro mengawetkan mayat? Begini penjelasan Pablo Marquet dari Pontifical Catholic University of Chile di Santiago.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah ‘mengupas’ kulit mayat untuk dikeringkan, mereka mengeluarkan organ dalam tubuh dan menggantinya dengan tanah liat, tanaman kering, dan tongkat kayu. Begitu kulit dipasang lagi, mereka mewarnai kulitnya dengan warna hitam atau merah yang mengkilap dan memakaikan rambut hitam di kepalanya.
Lantas wajahnya ditutupi dengan topeng tanah liat, beberapa dicetak dengan ekspresi mulut yang terbuka. Lukisan terkenal The Scream karya Edvard Munch disebut terinspirasi dari topeng itu.
Para ahli mencoba mengungkap misteri mengapa masyarakat Chinchorro mempraktekkan mumifikasi. Soalnya, biasanya praktek seperti itu diterapkan oleh masyarakat yang kebudayaannya sudah lebih kompleks dan hidup menetap.
Semakin banyak orang yang tinggal di satu tempat, semakin besar peluang terjadinya inovasi, pembangunan, dan penyebaran ide-ide baru. Tapi Chinchorro sama sekali tak memenuhi kriteria itu. Sebagai masyarakat nomaden, mereka hanya membentuk kelompok dengan jumlah paling banyak 100 orang.
Untuk menjawab hal itu, Marquet dan timnya memakai banyak data. Di antaranya adalah data inti es di Andes, merekonstruksikan iklim di tempat di mana masyarakat Chinchorro pernah hidup: pantai utara Chile dan pantai selatan Peru, di sepanjang sudut barat Gurun Atacama.
Pada sekitar 7.000 tahun yang lalu, area itu sangat-sangat gersang. Tapi sekitar 4.000 tahun yang lalu, iklimnya lebih basah. Analisis dari penanggalan karbon pada artefak-artefak masyarakat Chinchorro, seperti tumpukan kerang dan mumi, menyatakan musim yang basah telah menyebabkan populasi yang lebih tinggi dan puncaknya terjadi pada 6.000 tahun yang lalu.
Tim itu menghitung, berdasarkan demografi berburu dan mengumpulkan makanan, satu kelompok Chinchorro yang berisikan 100 orang akan ‘memproduksi’ 400 orang mati setiap satu abad. Mayat-mayat ini dikubur secara dangkal dan terekpos iklim yang amat gersang di Atacama sehingga termumifikasi secara alami.
Membandingkan perkiraan bahwa masyarakat Chinchorro sudah mendiami Gurun Acatama sejak 10.000 tahun lalu, maka praktek mumifikasi dimulai sekitar 7.000 tahun lalu. Lantaran sering melihat mayat yang utuh secara alami, masyarakat pun mengembangkan mumifikasi sebagai bagian dari kebudayaan mereka. “Kematian memberi dampak yang besar bagi kehidupan,” tutur Marquet.
(ded/ded)