Jakarta, CNN Indonesia -- Tersebarnya video adegan penembakan seorang reporter dan juru kamera WDBJ di Virginia menimbulkan satu pertanyaan krusial di antara para pengguna sosial media, adakah batasan antara hal yang pantas untuk diunggah di sosial media dan yang tidak pantas untuk menjadi konsumsi khalayak ramai?
Dikutip dari situs Bloomberg, Alison Parker dan Adam Ward sedang melakukan wawancara di Smith Mountain Lake pada Rabu pagi kemarin ketika tiba-tiba seseorang datang dan menembak mereka hingga keduanya terbunuh.
Vester Flanagan, pelaku penembakan yang juga merupakan mantan kolega Parker dan Ward di WDBJ, mengunggah video penembakan dan pembunuhan yang ia rekam tersebut di akun media sosial Twitter dan Facebook miliknya sebelum ia menembak dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian penembakan dan pembunuhan yang direkam dari sudut pandang pembunuh tersebut diunggah di dua media sosial, Facebook dan Twitter, pada hari Rabu kemarin hingga menimbulkan kehebohan di antara masyarakat.
"Saya merekam adegan penembakan. Lihat akun Faceook saya," tulis pelaku penembakan Flanagan pada akun Twitter miliknya sesaat sebelum ia mengunggah video tersebut.
Tak lama setelah menulis kicauan tersebut, video aksi penembakan yang berdurasi 56 detik tersebut mendapat perhatian banyak orang dan menjadi terkenal di kalangan para pengguna media sosial tersebut. Meskipun Twitter dan Facebook segera menghapus video berisi kekerasan tersebut, hal tersebut terlambat untuk dilakukan mengingat telah banyak para pengguna Twitter dan Facebook yang menonton video tersebut.
Flanagan mengatur penembakan tersebut sedemikian rupa dan memilih waktu yang tepat agar dapat mendapatkan perhatian dari masyarakat sebanyak mungkin.
Dengan menggunakan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan video tersebut, Flanagan memastikan banyak orang yang menyaksikan pembunuhan tersebut.
Sebagian dari pengguna Twitter dan Facebook menonton video kejam tersebut diluar kendali mereka. Berkat adanya fitur autoplay di kedua media sosial tersebut, video penembakan tersebut terputar secara otomatis di laman Twitter dan Facebook. Jika pengguna menggunakan setelan 'autoplay' pada media sosial, maka setiap video yang diunggah akan diputar secara otomatis.
"Kami telah menghapus profil yang mengunggah video tersebut karena melanggar kebijakan perusahaan," ujar Andrew Souvall selaku juru bicara Facebook dalam email.
Pembunuhan reporter dan juru kamera WDBJ bukanlah video berisi adegan kekejaman yang pertama kali diunggah di media sosial. Dikutip dari situs NZHerald, sebelumnya pada tahun 2014, seorang pria berumur 19 tahun mengunggah fotonya sambil berpose dengan senjata api di situs Tumblr yang kemudian ia gunakan pada aksi penembakan di Columbia.
Pada tahun yang sama, pelaku penembakan di Santa Barbara mengunggah video di situs YouTube, dimana pria tersebut mendeskripsikan aksi penembakan yang ia lakukan.
Media sosial kini sering digunakan oleh para pelaku kriminal sebagai wadah untuk menyebarkan teror dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Semakin banyak orang yang melihat foto atau video yang mereka unggah, semakin senang para pelaku tindak kriminal tersebut. Flanagan, contohnya, tahu betul bahwa video yang ia unggah nantinya akan mendapat perhatian banyak dari masyarakat.
Media sosial seperti Twitter, Facebook, dan YouTube sebenarnya memiliki peraturan-peraturan tersendiri mengenai konten unggahan.
"YouTube memiliki peraturan jelas yang melarang diunggahnya video-video berisikan aksi kekerasan, dan kami akan menghapus video yang ditandai mengadung unsur kekerasan," ujar YouTube. Namun, dikutip dari situs the Globe and Mail, terlepas dari aturan tersebut, pencarian nama pelaku penembakan di situs YouTube akan tetap menghasilkan sederet video penembakan Parker dan Ward.
"Kami akan menghapus gambar-gambar yang diunggah yang bersifat pro kekerasan," ujar Facebook. Namun Facebook belum memberikan penjelasan mendetail mengenai hal-hal yang situs tersebut anggap pro kekerasan dan mana yang tidak, sehingga terdapat peluang bagi orang-orang seperti Flanagan untuk menyebarkan video berisi kekerasan.
Meskipun media-media sosial telah memberlakukan peraturan-peraturan mengenai konten unggahan, terbukti hal tersebut tidak dapat mencegah pelaku-pelaku kriminal seperti Flanagan untuk mengunggah video berisi kekerasan di media sosial. Sudah saatkah bagi media sosial memberlakukan aturan lebih tegas mengenai hal tersebut?
(tyo)