Jakarta, CNN Indonesia -- Sistem radar di satelit lingkungan milik NASA telah gagal beroperasi yang mengakibatkan para peneliti tak bisa menangkap data untuk mengukur kelembaban tanah di Bumi.
Satelit Soil Moisture Active Passive (SMAP) yang bernilai US$ 1 miliar atau Rp 14,1 triliun dan bobot 950 kilogram itu pada Kamis (3/9) dilaporkan gagal beroperasi sejak Juli lalu.
Kegagalan ini mengakibatkan para peneliti kesulitan mengukur kelembaban tanah Bumi guna meningkatkan perkiraan cuaca seperti curah hujan, banjir, serta pemantauan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari laporan situs NBC News, saat ini para peneliti memanfaatkan instrumen cadangan satelit, walaupun jangkauan detil yang ia tangkap sangat terbatas, dan bantuan model komputer.
Radar utama SMAP yang beresolusi tinggi itu memang memiliki kemampuan mengumpulkan data dalam petak lahan bahkan dalam jangkauan 3 kilometer sekalipun. Satelit SMAP terhitung baru beroperasi kurang dari empat bulan.
Satelit SMAP diluncurkan bulan Januari lalu dan misi orbitnya sekitar tiga tahun untuk mengukur jumlah air 5 sentimeter di atas permukaan Bumi. Yang jelas data yang dihasilkan oleh instrumen radar utama SMAP awalnya diharapkan bisa disatukan dengan instrumen resolusi rendah agar mendapatkan pemahaman soal berapa banyak kadar air, es, dan lumpur salju yang terdapat di permukaan Bumi.
Pihak NASA sedang dalam proses investigasi lebih jauh lagi untuk mencari tahu sumber gagalnya operasi radar satelit.
Diketahui kadar kelembaban tanah berkaitan dengan sistem lingkungan Bumi, dari mulai air, energi, dan siklus karbon yang semuanya bermanfaat dalam menentukan wilayah tertentu yang berpotensi dilanda kekeringan atau banjir.