Alasan Homo Naledi Disebut Manusia Purba Baru

Jakarta, CNN Indonesia -- Fosil spesies baru dari manusia purba yang diberi nama Homo naledi memang baru ditemukan di kawah Afrika Selatan oleh tim ahli paleontologi. Belum diketahui berapa kira-kira usianya, lantas mengapa Homo naledi diyakini sebagai spesies baru?

Tim peneliti menemukan 'harta karun' tersebut di dalam kamar kecil dan gelap di dalam kawah Rising Star. Ada 1.500 potongan tulang termasuk kerangka rahang yang setidaknya berasal dari 15 manusia purba yang melingkupi bayi, remaja, serta satu orang dewasa.

Dari tulang belulang yang ditemukan, terungkap Homo naledi memiliki otak kecil seukuran jeruk, serta gigi yang juga kecil dan tak banyak. Kemudian bentuk tangannya juga terbilang sudah modern karena menunjukan mereka mampu membuat perkakas standar.

Lihat juga: Fosil Spesies Baru Manusia Purba Ditemukan

"Spesies baru ini tidak seperti spesies lain yang sudah pernah ditemukan, khususnya melihat dari ukuran otak yang hanya sepertiga dari ukuran manusia modern. Hal ini juga mempengaruhi bentuk tubuhnya," tulis John Hawks dari University of Wisconsin, Madison di dalam jurnal penelitian tersebut.

Tim peneliti kemudian meyakini bahwa Homo naledi memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dan beratnya 45 kilogram. Hawks mencatat, tubuh Homo naledi terbilang ramping dan kurus.

Alasan para peneliti belum kunjung menentukan usia Homo naledi, mengutip New York Times, karena sulit bagi mereka melakukan perhitungan tahun lantaran banyaknya sedimen dan lumpur saat mereka menemukannya di dalam kawah.

Kemudian mereka pun berpendapat, Homo naledi ini masuk ke dalam genus Homo, khususnya menjadi nenek moyang Homo erectus yang terkenal dulunya menjelajah kawasan Afrika Selatan, serta sebagai pendahulu spesies Homo habilis yang pandai menciptakan perkakas.

"Otaknya yang kecil mengindikasi bahwa spesies ini berevolusi tak jauh dengan genus Homo. Bisa diperkirakan, walau belum pasti, usianya melampaui 2,5 hingga 2,8 juta tahun," kata ahli paleontologi dari University of Witwatersrand, Lee Berger yang juga memimpin penelitian tersebut.

(tyo)