Pasal Pencemaran Nama Baik jadi Fokus Revisi UU ITE

Hani Nur Fajrina | CNN Indonesia
Selasa, 01 Des 2015 11:43 WIB
UU ITE sebaiknya dikembalikan ke nafas jati dirinya, yakni mengatur soal e-commerce dan informasi alat elektronik.
Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet), Damar Juniarto. (CNN Indonesia/Hani Nur Fajrina)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejauh ini setidaknya 118 pengguna internet terjerat oleh ”pasal karet" UU ITE terhitung sejak 2008 sampai November 2015 karena tuduhan pencemaran nama baik di media sosial. Sejumlah pegiat dan pengamat Internet menganggap pasal 27 UU ITE yang mengatur pencemaran nama baik ini tak ideal dan harus segera direvisi.

Rencana revisi Undang-Undang Nomo 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang seharusnya direalisasikan 18 Desember mendatang belum jelas juntrungannya. Para aktivisi teknologi dan informasi menilai revisi ini molor dan menyalahkan pemerintah.

Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network, Damar Juniarto memgatakan apabila tidak ada keseriusan revisi oleh pemerintah, para aktivis akan terus melawan sampai betul-betul dilindungi demokratisasinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Idealnya, aturan yang ada di UU ITE soal kebebasan berekspresi itu cukup lewat KUHP saja, rancangannya lewat komisi tiga. Di sana sudah ada pasal-pasal yang cukup lengkap," ungkap Damar kepada sejumlah media, kemarin.

Kemudian dikatakan Asep Komarudin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, bahwa Mahkamah Konstitusi menganggap UU ITE penting karena KUHP tak mampu menjangkau tindak pidana soal ini di media online.

Disebutkan Asep, pasal 3 ayat 10-11 di KUHP, ada pembagian hukuman berdasarkan penghinaan ringan dan berat. Namun aturan tersebut tidak disertai oleh hukuman pidana. Nah, Asep menilai hukuman pidana di dalam UU ITE disamaratakan semuanya, yakni pidana 5 tahun penjara.

Pihak LBH Pers menurut Asep, menginginkan UU ITE menghapus aturan penghinaan dan tindak pidana karena sudah ada di KUHP.

"Aturan tentang kebebasan berekspresi sejatinya bukan untuk membungkam, tapi melindungi. Tak harus ada hukum pidana karena bisa menciptakan efek jera (chilling effect) dan menakut-nakuti masyarakat," ujar Asep. "Daripada ada pidana, mending cabut sekalian."

Hal senada juga dilontarkan oleh Erasmus Abraham Napitupulu dari Institute for Criminal Justice Report (ICJR) yang menginginkan aturan tersebut diatur dalam KUHP.

"Apabila di dalam pasal 27 ayat 3 dan KUHP masih mau mengatur soal penghinaan, jangan sampai ada penahanan dan penangkapan," ucapnya.

Kemudian Damar menambahkan, UU ITE sebaiknya dikembalikan ke nafas jati dirinya, yakni mengatur soal e-commerce dan informasi alat elektronik sebagai niat awal.

"Jika tak ada keseriusan revisi, betapa payahnya pemerintah dan Menkominfo membiarkannya terjadi. Netizen mengharapkan ini, tolong dijadikan serius dan diselesaikan," tutup Damar. (adt/eno)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER