Komisi I DPR Anggap Tak Etis Gaya CEO Indosat Ooredoo

Susetyo Dwi Prihadi | CNN Indonesia
Jumat, 24 Jun 2016 15:50 WIB
Salah satu anggota Komisi I DPR Hanafi Rais menganggap tidak etis apa yang dilakukan oleh Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli.
Logo Indosat Ooredoo (CNN Indonesia/Aditya Panji)
Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu anggota Komisi I DPR Hanafi Rais menganggap tidak etis apa yang dilakukan oleh Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli yang menyerang Telkomsel dengan berbagai cara.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Indosat Ooredoo melakukan kampanye marketing dengan mengkritik tarif mahal milik Telkomsel. Selain itu, Indosat menuding Telkomsel terlalu dominan hingga menyebabkan monopoli di luar Pulau Jawa. Terakhir, Alex mengajak semua operator untuk bersama-sama melawan regulasi yang tak kompetitif.

"Sebaiknya yang bersangkutan hati-hati bikin statement karena bisa ditafsirkan beda oleh yang merasa diserang. Lagipula kalau ternyata tidak direspon, kan malah jadi blunder buat dirinya dan korporasinya.
Sebaiknya cooling down saja," katanya saat berbincang dengan CNN Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga turut mengomentari gaya marketing Indosat yang berisi 'ejekan' ke Telkomsel secara langsung,"Itu bukan strategi marketing yang etis saya kira."

Politisi Partai Amanat Nasional ini tak melihat monopoli dari Telkomsel dan malah mendukung operator tersebut melanjutkan pekerjaannya membangun infrastruktur telekomunikasi hingga ke pelosok daerah.

"Satu hal yang harus diapresiasi dan diakui pada Telkomsel adalah tugas dan kebermanfaatannya menjalankan pekerjaan rumah pemerintah melakukan pembangunan broadband dan telekomunikasi di luar jawa dan khususnya indonesia bagian timur. Ini yang tidak dilakukan operator lain," tambahnya.

Putra dari Amien Rais ini tak bisa menampik bila pada akhirnya akan terjadi kompetisi bebas. Sebab regulasi yang ada harus berasaskan pada keadilan untuk semua operator dan bukan memihak salah stau atau dua operator agar ada jaminan profitabilitas.

Hanafi juga mengkritisi soal Peraturan Pemerintah Tarif Interkoneksi dan Network Sharing yang menurutnya sebagai regulatory capture.

"Dua regulasi itu kalau dijalankan maka itu yang namanya regulatory capture. Pemerintah tidak lagi berperan sebagai wasit tapi malah jadi bagian dr kaki tangan industri. Ini yang menjadikan industri telekomunikasi tak lagi memenuhi kaidah level playing field. Kan tidak bisa kalah main bola lantas maksa wasit ikut nyetak gol. Analoginya kira-kira begitu," tandasnya.. (tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER